Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
"SETIAP pulang kondangan, warga Grobogan, Jawa Tengah, selalu menenteng bekal yang dibagikan tuan rumah. Isinya mi jagung. Rasanya jauh lebih enak daripada mi biasa," kata Soni Solistia, Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi saat membagikan pengalaman populernya mi terbuat dari tepung jagung, di Jakarta, kemarin.
Mi jagung ini merupakan makanan alternatif pengganti beras. Selain mi jagung, mi sagu juga cukup populer. Di Riau, mi terbuat dari tepung sagu ini sudah cukup terkenal dan dijual di supermarket. "Itu teknologinya buatan BPPT," tambah Soni.
Diakui Soni bahwa selama ini mayoritas masyarakat Indonesia sangat bergantung pada makanan pokok beras. Padahal, banyak bahan pangan lokal yang jauh lebih sehat jika dibandingkan dengan beras. Soni menunjukkan bahwa selain beras, masyarakat Indonesia juga cukup tinggi mengonsumsi terigu. Saat ini konsumsi terigu untuk mi instan mencapai 124 kg per kapita per tahun. "Ini angka yang tinggi dibandingkan dengan konsumsi beras dunia rata-rata hanya 60 kg per kapita per tahun," ujarnya.
Sesuai dengan Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 tentang penganekaragaman pangan ditekankan pentingnya pengembangan industri pangan berbasis pangan lokal.
Kondisi ini menggerakan Pusat Teknologi Agroindustri BPPT mengembangkan pangan berbasis pada sagu. Direktur Pusat Teknologi Agroindustri, Hardaning Pranamuda, pada kesempatan sama mengatakan bahwa sagu salah satu sumber karbohidrat rendah gula yang hingga kini belum dimaksimalkan menjadi makanan pokok pengganti beras.
Luasan hutan sagu di Indonesia sekitar 1,25 juta hektare dengan rincian sekitar 12 juta hektare ada di Papua. "Luasan lahan di Papua yang telah dibudidayakan secara semikultivasi baru 14 ribu hektare. Sementara itu, di luar Papua seperti Sumatra, Sulawesi, Maluku, dan Kalimantan mencapai 120 ribu hektare.
Dari hitungan Bambang Hariyanto, selaku Sekjen Masyarakat Sagu Indonesia, dengan luasan tanaman sagu mencapai 1,2 juta hektare di Papua mampu menghasilkan 10 ton-20 ton sagu per hektare per tahun. "Diperkirakan akan tersedia cadangan karbohidrat sebesar 12 ton-24 juta ton per tahun," terang Bambang.
Sekitar tiga bulan lalu, BPPT bersama PT Mitra Aneka Solusi memproduksi beras sagu dan mi sagu. Kapasitas produksinya 1,5 ton. Produksinya di Kabupaten Meranti, Riau. "Beras sagu dan mi sagu ini masuk kategori slow food. Indeks glikemiknya antara 40-48. Ini sangat bagus untuk orang yang sedang diet atau penderita diabetes," terang Bambang.
Mi dan beras sagu ini sudah sangat populer di Riau. Bahkan, bahan pangan tersebut sudah dijual di supermarket maupun penjualan secara online. "Beras dan mi sehat selama ini dipakai untuk klinik-klinik diabetes. Sekarang jangkauannya harus lebih luas seperti di Grobogan. Bupatinya yang memerintahkan agar masyarakat makan makanan alternatif selain beras," harap Bambang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved