Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
KEPALA Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Teuku Ahmad Dadek, menyebutkan hampir seluruh rumah di Dusun Bhakti, Gampong Pasir Putih, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, memiliki sumur sumber minyak tersebut.
"Di daerah itu, saya lihat hampir seluruh memiliki sumur minyak. Jadi ada yang berada di belakang dan di depan," katanya kepada Media Indonesia, Kamis (26/4).
Menindaklanjuti kondisi itu, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf meminta dihentikan pertambangan minyak ilegal. Pasalnya, sangat rawan dan membahayakan apalagi berada di permukiman warga.
Ia menambahkan, api yang membumbung tinggi ke udara karena semburan gas hingga mencapai 100 meter. Kini sudah tidak muncul lagi ke permukaan tanah.
"Alhamdulillah apinya sudah padam. Cuma masih terjadi semburan tetapi lebih banyak didominasi air dan minyak mentah, serta sedikit gas. Baunya juga menyengat di lokasi itu," katanya.
Meski demikian, pemadam kebakaran masih berada di lokasi. Begitu juga saluran yang telah digali dengan alat berat, guna mengaliri rembesan air dari semburan sumur tersebut.
"Semburan itu agak kurang stabil, tiba-tiba kuat dan tinggi. Jadi kondisi terakhir seperti itu. Makanya mobil pemadam masih disiagakan dan dibuat jalur pembuangan air," sebutnya.
Ia menyebutkan, di lokasi juga dijaga ketat pihak kepolisian. Pasalnya, mereka meminimalisir terjadinya kebakaran susulan sehingga membatasi ruang gerak orang di kawasan itu.
"Di jaga polisi, ada kapolres juga mengamankan agar tidak sembarangan orang masuk ke lokasi. Sekitar 100 meter keliling juga di jalan-jalan besar telah dipasang garis polisi," terangnya.
Ia juga mengimbau masyakarat yang berada di sekitar lokasi, sementara tidak berkenan kembali ke rumah. Kondisinya belum stabil, sehingga masyarakat tidak melakulan aktivitas yang menyulut kebakaran.
"Kebakaran bisa terjadi kapapun, apalagi tidak memperhatikan kondisi yang ada, seperti orang bermain api yang bisa memicu kembali terjadinya kebakaran," lanjutnya.
Pihak Pertamina dan asistensi gubernur juga telah melakukan survei awal. Menurutnya, mereka telah berada di lokasi sejak pagi tadi.
"Tim gubernur dan Pertamina juga telah datang. Mereka memeriksa dan memastikan tindakan apa yang harus dilakukan agar sumur-sumur itu bisa ditangani secara permanen," sebutnya.
Hingga saat ini, tidak ada lagi masyakarat yang beroperasi di sumur-sumur ilegal tersebut. Meski demikian, persoalan ini harus ditangani serius. Katanya, bukan melarang orang mencari nafkah tetapi akibat yang ditimbulkan sangat fatal.
"Tidak ada yang beroperasi, mungkin baru kejadian. Tetapi saya lihat, Pak Pangdam menekankan hal yang sama, sebagaimana disampaikan Pak Gubernur memang harus ditangani secara sungguh-sungguh," pungkasnya.
Terkait kondisi masyakarat korban luka yang dirawat di RSUZA Banda Aceh, dikatakan masih kritis. Begitu juga penangganan intensif masih dilakukan terhadap 38 orang di 2 rumah sakit lainnya.
"Tiga orang di Banda Aceh masih kritis, kita berdoa mereka mencapai kondisi pemulihan. Yang lain juga sedang ditangani dengan intensif, baik di RS Aceh Timur, dan RS Medan," tegas Dadek.
Dadek memastikan jumlah korban yang meninggal mencapai 21 orang, luka-luka 38 orang, dan 5 rumah ludes terbakar.
Sementara itu, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Akmal Husen, menjelaskan, terbakarnya sumur minyak terjadi pada batuan Formasi Seureula. Secara geologi ketebalan formasi ini lebih dari 1.000 meter.
"Formasi Seureula merupakan salah satu formasi batuan pembawa minyak dan gas bumi di cekungan Sumatra bagian utara, dengan penyebaran yang relatif luas. Pada beberapa tempat di Aceh, minyak keluar ke permukaan dengan sendirinya. Ini mengindikasikan bahwa lapisan pembawa minyak dan gas sudah terangkat sampai ke permukaan oleh proses geologi," terangnya.
Ia menjelaskan, pengeboran yang dilakukan masyarakat menggunakan peralatan yang konvensional tidak memperhitungkan adanya tekanan formasi yang besar. Tekanan ini akan keluar jika ada zona lemah, salah satunya melalui pembuatan lubang bor.
"Tekanan ini akan mengeluarkan fluida baik minyak maupun air dalam formasi. Konsentrasi gas yang bersifat racun juga akan ikut keluar," paparnya.
Menurutnya, migas berupa bahan yang sangat mudah terbakar apabila ada api atau sumber panas lainnya. Kondisi pascainsiden semburan minyak seperti ini dianggap oleh masyarakat sebagai rezeki, padahal sesungguhnya kondisinya berisiko tinggi. Sama halnya ketika pasca gempa bumi besar, air laut surut, dan masyarakat mengambil ikan padahal nyawa sebagai taruhan.
"Kejadian ini harus menjadi pelajaran penting bagi kita semua. Kita dalam melakukan sesuatu harus mempunyai ilmu pengetahuan dan tentu saja harus mengikuti semua prosedur yang berlaku," tambahnya.
Seharusnya, pengelolaan migas Aceh berdasarkan amanah Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Minyak dan Gas Bumi di wilayah Aceh mengamanatkan bahwa kewenangan pengelolaan migas di onshore dan 12 mile offshore Aceh dilakukan bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Aceh.
"Pemerintah Aceh berkomitmen untuk terus meningkatkan koordinasi dan pengawasan baik dengan BPMA dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Pemerintah Aceh melalui Dinas ESDM Aceh telah melaporkan adanya aktivitas pengeboran migas ilegal kepada Dirjen Migas khususnya pada wilayah di luar Wilayah Kerja Migas seperti halnya aktivitas pengeboran ilegal yang dilakukan di wilayah Kabupaten Bireun dan sekitarnya," terangnya.
Oleh karena itu, terkait aktivitas penambangan ilegal di Kecamatan Ranto Peureulak, KKKS sangat diharapkan berperan aktif baik pada upaya pengawasan dan sosialisasi kepada masyarakat atas bahaya aktivitas pengeboran ilegal tersebut. (OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved