Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
PENGEBORAN sumur atau penyulingan minyak tradisional di kawasan Kecamatan Rantau Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, harus segera ditutup. Hal itu dikatakan Bupati Aceh Timur, Hasballah HM Thaib, Kamis (26/4), terkait kebakaran sumur minyak milik warga di Desa Pasir Putih, Kecamatan Rantau Peureulak.
Pasalnya, sumur minyak ilegal itu sudah tiga kali terbakar dan meledak sehingga menewaskan puluhan orang. Peristiwa paling mengenaskan terjadi pada Rabu (25/4) dini hari kemarin yang mengakibatkan 21 orang tewas dan sekitar 40 lainnya luka bakar.
Bupati yang juga mantan pasukan gerilyawan GAM itu meminta pihak kepolisian supaya menertibkan puluhan sumur ilegal di kawasan itu. Permintaan itu guna mencegah jangan terulang kembali jatuhnya korban jiwa akibat pengeboran manual yang tidak sesuai teknik standar pertambangan profesional.
Kepada PT Pertamina atau EP Rantau Kuala Simpang, agar segera menutup semua sumur ilegal yang dibangun warga di Aceh Timur. Dikatakan Bupati Hasballah, di lubang sumur milik warga itu bukan sekadar keluar air, tapi ada campuran gas alam cair sehinga mudah terbakar dan sulit dipadamkan.
Hal senada dikatakan Kapolda Aceh, Irjen Pol Rio S Djambak, saat meninjau lokasi kebakaran di Rantau Peureulak. Kapolda meminta dukungan semua pihak dalam rangka penertiban sumur minyak rakyat itu.
Walaupun berat, tapi harus ada penertiban demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Diakui Rio, dalam rangka penertiban nanti akan menimbulkan alasan terusik perekonomian pemiliknya.
Karena itu, perlu kerja sama pimpinan daerah dan perangkat desa dalam rangka penertiban sumur. Tujuannya adalah supaya dalam mencari mata pencaharian tidak melakukan cara ilegal. Apalagi, itu dapat membahayakan dan kerugian yang lebih besar.
Catatan Media Indonesia, aktivitas pengeboran dan penyulingan minyak secara tradisional di Kabupaten Aceh Timur, seperti dilakukan masyarakat Kecamatan Rantau Peureulak sudah sering dilakukan. Bahkan, bisnis itu telah puluhan tahun dilakukan masyarakat di sana.
Selain menggali sumur baru juga banyak peninggalan sumur tua milik Pertamina hingga warisan kolonial Belanda. Namun, sekarang telah dibangun sumur-sumur baru yang tidak terdeteksi pemerintah atau pihak Pertamina sekali pun. Apalagi, kegiatan itu berlangsung ilegal sehingga tidak tercantum dalam peta sumur minyak resmi Pertamina.
Tidak diketahui secara pasti berapa jumlah lubang sumur yang sangat rawan dan mengancam nyawa manusia itu. Kalau dilihat di kawasan Rantau Peureulak tidak sedikit sumur itu dibangun di belakang atau pekarangan rumah warga.
Bahkan, cukup bayak pula dibor dari dalam rumah atau pada ruangan dapur. Ironisnya, minyak mentah hasil sulingan itu dijual dengan mudah dan sudah menjadi rahasia umum ditampung oleh perusahaan pembuatan aspal jalan (AMP). Ada juga disuling sendiri oleh pemiliknya, kemudian baru di lempar ke pasaran.
Yang menjadi pertanyaan sekarang, kalau lah itu dikatakan ilegal, mengapa sebelumnya tidak ditindak tegas. Mengapa pula baru sekarang ramai-ramai mengatakan bahwa itu perbuatan ilegal yang dilarang secara hukum. Apakah itu bukan berbalas pantun untuk menghindari tanggung jawah terhadap insiden yang telah merenggut sekitar 21 jiwa dan membakar hingga tubuh melepuh sedikitnya 40 anak bangsa yang masih awam tersebut. (OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved