Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

APBD Terbatas, Pemda Cari Pinjaman untuk Membangun

Hamdi Jempot
26/4/2018 17:15
APBD Terbatas, Pemda Cari Pinjaman untuk Membangun
(Ilustrasi)

PEMERINTAH daerah di Provinsi Maluku berminat mencari pinjaman untuk mengatasi keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam membangun infrastruktur.

Hal itu terungkap dalam sosialisasi Alternatif Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Daerah yang digelar PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Persero di Ambon, Maluku, Kamis (26/4).

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Maluku Luthfi Rumbia mengungkapkan, secara umum seluruh daerah di Maluku memerlukan pembangunan infrastruktur.

Hanya saja, lanjut dia, APBD sangat terbatas. Sebab, lebih dari 50% APBD sudah habis untuk gaji pegawai. Adapun dana bagi hasil (DBH) dari pemerintah pusat ke daerah sudah mulai berkurang.

Adapun belanja daerah, jelas dia, terus meningkat. Seperti, tambahnya, pemerintah provinsi sudah harus membayar gaji sekitar 6 ribu guru yang sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.

"Kami harus merasionalisasi banyak kegiatan di daerah karena dana alokasi umum (DAU) sudah mulai berkurang," ujarnya.

Menurut Luthfi, persyaratan yang diajukan PT SMI untuk mengajukan cukup masuk akal. "Yang agak susah adalah persetujuan DPRD. Karena, DPRD kan sarat kepentingan," ujar dia.

Kepala BPKAD Kabupaten Maluku Tengah Jainudin Ali juga menilai persyaratan pengajuan pinjaman untuk membangun infrastruktur oleh PT SMI tidak terlalu berat.

"Kami ingin membangun rumah sakit (RS) yang bagus. Saya ragu ketika diminta mengajukan pinjaman ke perbankan. Kalau skema pinjaman yang diajukan PT SMI justru lebih logis dan semua memiliki payung hukum sehinga lebih pasti dan aman," ujarnya.

Direktur Pembiayaan dan Transfer Non Dana Perimbangan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Ubaidi Socheh Hamidi memaparkan, terjadi kesenjangan pembiayaan antardaerah, terutama penyediaan infrastruktur bagi wilayah Indonesia timur.

Hanya saja, imbuh dia, daerah lebih mengutamakan transfer ke daerah sebagai sumber pendanaan pembangunan infrastruktur.

Di sisi lain, jelas Ubaidi, kebutuhan pendanaan infrastruktur sangat besar, yakni mencapai Rp4.790 triliun untuk lima tahun. Adapun kemampuan APBN dan APBD, tambah Ubaidi, hanya sekitar 41,3% dari kebutuhan itu.

"Sehingga, perlu alternatif sumber pembiayaan dalam rangka mendorong percepatan pembangunan infrastruktur daerah."

Dalam menjaga keseimbangan, sambung dia, pinjaman daerah tidak boleh melewati batas maksimal kumulatif 0,3% dari pendapatan domestik bruto (PDB). "Kalau 0,3% itu kurang lebih setara Rp45 triliun. Sejauh ini, pinjaman daerah baru sekitar Rp5 triliun. Berarti masih aman," ujarnya.

Kasubdit Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Simon Saimima menambahkan, desentralisasi fiskal memberi kewenangan pemerintah daerah otonom untuk memungut pajak dan retribusi, memperoleh dana perimbangan, dan melakukan pinjaman daerah.

"Pinjaman daerah harus merupakan inisiatif pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan kewenangannya," kata dia.

Pinjaman daerah, imbuh Simon, adalah alternatif pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan, dan kekurangan arus kas.

Untuk kegiatan yang akan dibiayai dari pinjaman daerah, imbuhnya, harus sesuai dengan dokumen perencanaan daerah. "Tidak bisa di APBD tiba-tiba mengajukan pinjaman untuk proyek tanpa pembahasan saat menyusun rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD)," paparnya.

Direktur Operasional dan Finance PT SMI Agresius Robajanto Kadiaman menambahkan, pinjaman PT SMI memiliki sejumlah keunggulan. Seperti, tenor jangka panjang, suku bunga kompetitif, produk pembiayaan yang inovatif, skema pembiayaan yang fleksibel, dan multiplier effect yang besar.

Adapun untuk persyaratan pengajuan pinjaman, jelas dia, pemerintah daerah antara lain harus menyerahkan studi kelaikan, detail engineering design (DED), laporan hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan opini minimal wajar dengan pengecualian (WDP) dalam tiga tahun terakhir.

Sejauh ini, jelas Agresius, sejumlah daerah telah merasakan efek sosial dan ekonomi setelah membangun dengan pinjaman dana dari PT SMI.

Seperti, pembangunan RSUD di Kabupaten Karangasem Bali, dan Kota Surakarta Jawa Tengah. Daya tampung RSUD dalam melayani masyarakat meningkat dua kali lipat.

"Kalau di Karangasem, pendapatan RSUD menjadi Rp52 miliar dari sebelumnya hanya Rp15 miliar. Sedangkan di Surakarta menjadi Rp16,4 miliar dari Rp2 miliar," paparnya. (A-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Agus Triwibowo
Berita Lainnya