DI Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, umumnya warga mengenal minuman berakohol hasil iris tetesan air buah pohon lontar, enau (golongan tanaman palem) yang disebut tuak putih.
Tuak putih terdiri dari dua jenis, yakni tuak putih bercita rasa manis bisa diminum langsung berupa jus (manis sedikit rasa lemon /tidak beralkohol). Lima persen penduduk lokal di Tanah Flores dalam menyambung hidup, biasanya mengusahakan tuak tersebut dengan memasaknya menjadi gula tuak atau gula aren.
Satu lagi, tuak putih mengandung alkohol. Di dalam tempayan atau wadah penanda air tuak putih, tukang iris menyimpan kulit pohon kesambi bercampur tuak putih ini menjadi beralkohol. Namun, belum disebut arak atau sopi.
Tuak beralkohol itu ditampung dalam periuk tanah dan dimasak hingga penyulingan penguapan uap tuak putih, melalui bambu berukuran panjang 5 meter. Hasilnya menjadi arak atau sopi, sebutan oleh warga Flores.
Bagi kebanyakan orang, sopi bagian dari ukuran martabat kehormatan tradisi adat warisan leluhur. Ketika digelar pernikahan atau acara adat lainnya, suguhan yang hampir pasti selalu ada adalah sopi.
Sopi penting juga disuguhkan saat menerima tamu kehormatan. Selain itu, dikenal luas sebagai penyokong ekonomi warga.
Dari hasil jualan sopi, warga Desa Wai Gete Maumere, Nobo, Flores Timur, Aimere Bajawa bisa terbantu meyekolahkan anak hingga perguruan tinggi. Bahkan ada misionaris terkenal asal Flores di luar negeri yang dikisahkan mendapat sokongan biaya pendidikan oleh orangtua dari hasil penjualan minuman sopi.
Arak tidak berlabel itu di diduga mengandung alkohol 5% hingga 75%, tergantung dari proses memasaknya. Minuman tersebut juga lazim disebut
moke oleh orang Maumere.
Sopi dinilai berkualitas nomor satu atau berkelas bila cairan itu menyala layaknya spirtus ketika dibakar. Warga lokal juga menyebutnya BM atau bakar menyala.
Penikmat sopi biasa mengudap makanan pendamping tambahan agar tidak mabuk, seperti ikan bakar, pisang bakar, ikan lawar jeruk nipis dengan cabai, dan sayuran rumpurampe.
"Kesemuanya tergantung kondisi fisik peminum," ujar tokoh adat Rofinus Kali Ndau, 73, warga Aimere, Kabupaten Ngada, Flores, NTT, Kamis (12/4).
Ia mengaku, anaknya bisa menjadi dosen di perguruan tinggi dari hasil penjualan sopi.
Menurut Rofinus, jarang ditemukan orang meninggal berantai atau masal akibat minum sopi atau arak. Kendati, mereka meminum tanpa dicampur minuman jenis lain.
"Saya sejak 70 tahun hidup minum sopi tanpa campur," imbuhnya.
Kisah lain di dari warga Manggarai di Flores bagian barat, Marselus Jamitan Radi, 65, menyebutkan tuak tradisi melekat erat dalam kehidupan masyarakat setempat dalam menjalani ritual adat atau menyambut tamu.
"Sulit kalau itu dihilangkan. Ini adat leluhur. Mau presiden datang atau jendral pasti dijemput secara adat dan disuguhi tuak putih, termasuk ayam jantan putih simbol kemurnian warga dalam menyambut tamu," sebut Marselus.
Meski begitu Marselus, pembatasan pemakaian diperlukan sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial atau pesoalan kriminal lainnya. Martabat warga yang meminum sopi secara berlebihan pun dinilai sangat rendah dalam lingkungan sosial.
"Kalau yang ribut itu biasanya orang yang sedang dalam masalah
sehingga mabuk. Tapi, menghilangkan peredaran minuman lokal dapat membunuh warga ekonomi lemah." ujar Marsel. (A-2)