Headline

Banyak pihak menyoroti dana program MBG yang masuk alokasi anggaran pendidikan 2026.

Kuliner Gunung Kidul di Dalam Kaleng

Siswantini Suryandari/N-3
12/3/2018 02:31
Kuliner Gunung Kidul di Dalam Kaleng
(MI/SiswantinI Suryandari)

DUA pria membuka mesin sterilisasi di ruang proses pengemasan makanan Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (BPTBA LIPI) yang berlokasi di Gading, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari ruang steril bersuhu 121 derajat celsius itu, keluar sebuah rak berisi kaleng-kaleng seukuran kaleng sarden 200 gram tanpa ada label. "Ini isinya tempe bacem," ujar salah satu pria kepada Media Indonesia, Jumat (9/3).

Ia menarik rak berisi kaleng-kaleng makanan untuk dimasukkan ke tempat pendinginan bersuhu 50 derajat celcius dan dilanjutkan disimpan di ruang karantina.

Asep Nurhikmat, peneliti teknik proses dari BPTBA LIPI, menjelaskan ada 90 UKM yang memiliki usaha makanan tradisional dikalengkan.

"Pengalengan makanan tradisional ini tidak memakai pengawet. Makanan dimasukkan ke kaleng dan diproses secara steril sehingga tidak ada mikroba di dalam makanan siap saji itu," jelas Asep.

Selain proses sterilisasi, dilakukan proses karantina. Di ruang karantina, kaleng-kaleng itu disimpan selama kurang lebih dua pekan dalam suhu kamar untuk mengetahui apakah ada kebocoran atau tidak. Bila bocor, akan muncul mikroba.

Sejumlah masakan tradisional yang dikalengkan ialah gudeg, tempe bacem, mangut lele, gulai tumis, oseng mercon, brongkos, dan tempe kari. "Ada sekitar 40 jenis masakan tradisional yang kini dikemas dalam bentuk kaleng. Tidak memakai pengawet serta bisa tahan lama sekitar satu tahun," jelas Asep.

Dalam sehari rata-rata 1.300-1.500 makanan dikalengkan dengan berat isi 200 gram. Proses pengalengan makanan harus melalui seleksi ketat. "UKM-UKM yang datang ke sini harus diseleksi mulai proses bahan baku makanan, pengolahan makanan, hingga proses pengalengannya. Semua melalui uji dan kontrol ketat."

Kepala Biro Perencanaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Erry Ricardo Nurzal, menyambut positif inovasi yang dikembangkan BPTBA LIPI yang menjadi salah satu Pusat Unggulan Iptek (PUI). "Menjadi PUI tidak mudah karena lembaga riset harus memenuhi sejumlah persyaratan," ujarnya.

Hasil inovasi yang dibuat dan dikembangkan harus punya dampak ekonomi dan sosial. Dari segi ekonomi, itu harus memiliki nilai tambah. Dampak sosialnya bisa menyerap tenaga kerja dan kesejahteraan warga. Kemenristek dan Dikti memberikan hibah untuk setiap PUI senilai Rp200 juta hingga Rp300 juta setiap tahun.

Kehadiran masakan tradisional kalengan cukup menguntungkan UKM.

"Masakan tradisional yang selama ini cukup repot untuk oleh-oleh kini bisa dibawa praktis dalam kaleng," ujar Neila Sary, pemilik UKM dan restoran khas Gunungkidul.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya