Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Menyelamatkan Petani Nira dari Tengkulak

Liliek Dharmawan/N-3
01/1/2018 23:16
Menyelamatkan Petani Nira dari Tengkulak
(ANTARA FOTO/Akbar Tado)

SAKRUN, 52, lelaki asal Desa Semedo, Kecamatan Pekuncen, Banyumas, Jawa Tengah, merasakan benar bagaimana pahitnya menjadi petani penderes. Selepas subuh, ia sudah membawa pongkor atau wadah air nira ke perkebunan kelapa. Ia pun memanjat pohon kelapa satu per satu. Setidaknya ada 10 pohon kelapa yang sudah ia panjat. Wadah air nira itu dibawanya naik untuk menggantikan pongkor yang dipasang di sekitar buah kelapa sehari sebelumnya. Begitulah keseharian yang dilakukan para penderes di desa setempat, tak terkecuali Sakrun.

Sejak puluhan tahun silam, ia sudah menjadi petani penderes yang memproduksi gula merah berbahan baku air nira pohon kelapa. “Dulu sampai sekarang saya tetap sebagai petani penderes. Hanya saja, nasib saya sekarang lebih baik. Sebab, setelah ikut kelompok usaha bersama (Kube) Manggar Jaya, saya tidak lagi membuat gula merah, melainkan gula semut atau gula kristal,” ungkapnya, akhir pekan lalu. Dahulu ia terperangkap tengkulak. Saat itu harga gula merah hanya Rp5.000 per kilogram (kg). Untuk produksi 5 kg per hari hanya mendapat Rp25 ribu. “Kalu sekarang, harga gula semut mencapai Rp15 ribu per kg, sehingga kalau menghasilkan 5 kg sudah mendapatkan uang Rp75 ribu,” jelasnya.

Sakrun juga difasilitasi kelompok agar dapat mengakses kredit usaha rakyat (KUR). Tahun ini ia mendapatkan Rp15 juta dari bank untuk menambah modal. Pengembalian juga lancar karena ada pendapatan dari pembuatan gula kristal untuk setoran. Tak hanya Sakrun, Darto, 53, juga demikian. Ia mendapatkan KUR senilai Rp10 juta sebagai tambahan permodalan. “Kami dibantu Kube Manggar Jaya untuk memperoleh akses kredit. Inilah salah satu keuntungannya menjadi anggota. Keuntungan lainnya yang pasti ada. Kami terlepas dari tengkulak serta mendapatkan harga yang bagus. Harga gula semut yang kami produksi disetorkan ke kelompok untuk kemudian diekspor,” kata Darto.

Dua petani penderes itu merupakan bagian dari 150 petani lainnya di Desa Semedo dan Petahunan, Kecamatan Pekuncen, yang telah merasakan berubahnya pendapatan. Ketua Kube Manggar Jaya Akhmad Sobirin mengakui, petani nira di daerah tersebut belum sejahtera. Namun, setidaknya sudah ada perubahan dalam pendapatan. “Dari 150 petani penderes sebagai anggota Kube Manggar Jaya, umumnya cukup konsisten produksinya,” jelasnya.

Setiap bulan kelompok itu mampu memproduksi hingga 10 ton gula semut. Omzetnya lebih dari Rp150 juta setiap bulannya. Ia pun pernah mendapatkan penghargaan dari Astra International sebagai tokoh inspiratif pada 2016. “Mudah-mudahan 2018 ini bisa mencapai 20 ton-30 ton setiap bulannya. Kube Manggar Jaya dibentuk pada 2012, dan diikuti belasan orang, sekarang anggotanya 150 orang. Kami akan terus merekrut petani untuk menjadi mitra,” kata Sobirin yang mendapat Adhikarya Pangan Nusantara 2017 dari Pemprov Jateng. (Liliek Dharmawan/N-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya