Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
MANTAN Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menyarankan pemerintah menguji dan mengkaji kembali pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi atau Densus Antikorupsi yang dilakukan Polri.
Menurutnya, pembentukan lembaga yang sama-sama bertujuan memberantas korupsi, bisa saja melemahkan dan menghancurkan semua proses upaya pemberantasan korupsi yang konsisten yang selama ini.
"Uji dan kaji. Apakah ini upaya yang betul mendorong upaya pemberantasan korupsi atau sebaliknya," tukas Bambang di Universitas Andalas (Unand), Padang, Sumatra Barat, Rabu (18/10).
Dia mengatakan, pemberantasan korupsi harus menjadi bagian penting, prioritas, dan pertimbangan bagi yang sedang berkuasa di pemerintahan. Seluruh penerimaan dan pengeluaran negara sebagian besarnya ada di pemerintahan. Sehingga, kata Bambang, korupsi berpotensi terjadi di pemerintahan.
"Presiden memiliki kepentingan langsung untuk membentuk densus ini atau tidak," ujarnya.
Dia berpendapat, sudah saatnya Presiden mengambil sikap, sikap kenegarawanan yang jelas. Sebab, wacana pembentukan Densus Antikorupsi sudah menjadi diskursus yang cukup lama.
Dikatakannya, KPK lahir dari tuntutan masyarakat saat korupsi merajalela pada era Orde Baru. Kemudian ditransformasi melalui ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan dibentuklah lembaga antikorupsi, yakni KPK.
Menurut Bambang, United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), yang diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, juga menyebutkan perlunya lembaga khusus antikorupsi. Lembaga tersebut harus independen.
"Nah, kalau densus ini, apakah didirikan berdasarkan tuntutan publik yang genuine, original. Ini kan tuntutan wakil rakyat, yang proses politisasi pemberantasan korupsi mungkin saja terjadi," bilangnya. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved