Headline
Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.
ONGKOS ojek dari ruas Jalan Raya Cikalongkulon-Purwakarta ke Desa Cigunungherang, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, bisa mencapai Rp150 ribu sekali jalan. Mahalnya ongkos transportasi itu lantaran kondisi infrastruktur jalan yang amburadul.
Ruas panjang jalan dari Desa Ciramagirang ke Desa Cigunungherang sekitar 17 kilometer. Nyaris tak terdapat aspal di sepanjang jalan itu. Hanya ada bebatuan besar seukuran bola sepak.
Warga yang biasa menggunakan ruas jalan itu harus menempuh hampir 2 jam perjalanan menggunakan sepeda motor akibat rusaknya kondisi infrastruktur jalan di sana.
"Kalau pengajuan perbaikan jalan mah sudah beberapa kali. Saya sudah sering membuat proposal, tapi sampai sekarang belum ada perbaikan. Bertemu dengan bupati sekarang juga sudah saat dulu berkampanye," terang Kepala Desa Cigunungherang, Totom Tamtomo, baru-baru ini.
Kondisi jalan yang rusak banyak dikeluhkan warga. Totom maklum dengan keluhan itu karena sejak puluhan tahun jalan itu rusak tanpa ada upaya perbaikan dari pemerintah. Namun, ia tidak akan berhenti berjuang agar akses infrastruktur jalan ke wilayahnya bisa mulus seperti daerah lainnya.
"Kalau menggunakan dana desa terbatas. Dana desa kami gunakan membeton jalan dari kampung ke kampung. Mudah-mudahan saja segera ada perbaikan. Jangan sampai wilayah kami jadi terisolasi," tandasnya.
Suryadi, 45, warga setempat, mengaku ongkos ojek ke wilayahnya dari jalan utama terbilang sangat mahal. Kalau siang hari rata-rata ongkosnya dibanderol Rp60 ribu. Ongkosnya akan melonjak menjadi Rp150 ribu kalau malam.
"Ya mahal dengan ongkos segitu mah," kata Suryadi.
Di sepanjang jalan menuju ke Desa Cigunungherang akan disuguhi pepohonan kakao. Wilayah itu berbatasan langsung dengan Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Bogor. Dengan Kabupaten Purwakarta hanya dibatasi dua anak sungai. Warga di sana kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani.
Musim kemarau yang melanda sejak satu bulan terakhir membuat warga di sana berhenti jadi petani. Mereka memilih jadi buruh serabutan di wilayah kota.
"Lahan di sini sudah kering. Sudah tak bisa ditanami lagi padi. Sungai juga sudah pada kering. Makanya sekarang banyak warga yang bekerja di kota," pungkas warga Kampung Tegalpanjang ini. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved