Headline

Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.

Anggota TNI AU Penganiaya Jurnalis hanya Divonis Tiga Bulan

Puji Santoso
07/9/2017 19:45
Anggota TNI AU Penganiaya Jurnalis hanya Divonis Tiga Bulan
(Ilustrasi)

MAJELIS Hakim Pengadilan Militer yang diketuai Kolonel CHK Budi Purnomo akhirnya menjatuhkan hukuman penjara kepada prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara, Romel P Sihombing, yang terlibat dalam penganiayaan jurnalis pada Agustus 2016 silam. Romel divonis bersalah dan akan menjalani kurungan selama tiga bulan.

Menanggapi itu, Tim Advokasi Pers Sumut dan Lembaga Bantuan Hukum, Aidil Aditya, menilai putusan majelis hakim itu terlalu ringan. Dia mengaku sangat tidak puas atas vonis yang dijatuhkan kepada terdakwa.

Sebab, menurutnya, tersangka penganiaya Array Agus, jurnalis Tribun Medan, hanya dikenai sanksi atas Pasal 351 saja tentang penganiayaan, sedangkan pasal lainnya yakni Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dihilangkan.

"Padahal terdakwa mengakui ada melakukan pemukulan kepada korban pakai kursi plastik dan terdapat unsur pengeroyokan. Namun nyatanya tindakan tersebut justru dihilangkan. Kami menganggap putusan ini ada yang aneh," ujar Aidil kepada wartawan, Kamis (6/9).

Ia melanjutkan, keanehan itu memunculkan kecurigaan adanya rekayasa oleh institusi TNI AU. Tim Advokasi Pers Sumut pun akan terus mengawal kasus ini meski perkara yang dialami Array sudah ditutup di pengadilan militer.

"Kami akan mengawal bagaimana agar Oditur Militer melakukan upaya hukum kembali, terhadap apa yang didakwanya, justru dinyatakan hakim tidak terbukti. Ini menyangkut marwah Oditurat militer," jelasnya.

"Terdakwa sudah mengakui perbuatannya, Ini seharusnya bisa jadi fakta hukum, dan kami heran mengapa perbuatan yang dilakukan secara bersama-sama ini tidak memenuhi unsur hukum, kami akan mempertanyakan ke majelis hakim," kata Aidil kembali.

Atas putusan ini, jurnalis korban kekerasan, Array Agus, mengaku kecewa karena vonis yang ringan dan proses persidangan juga terkesan selalu diulur-ulur oleh majelis hakim. Dia menilai sidang selalu tertunda hingga berjam-jam karena menunggu terdakwa belum datang.

"Saya berharap, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memperbaiki peradilan di Pengadilan Militer I-02 Medan. Jika ketidakdisiplinan dalam proses persidangan dibiarkan begitu saja, tentu kepercayaan masyarakat terhadap TNI pasti akan hilang," tandasnya.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Agoez Perdana, menilai putusan majelis terlalu ringan dan tidak membuat efek jera.

"Padahal, tindakan penganiayaan merupakan perbuatan melawan hukum karena menghalang-halangi kerja jurnalis melalui intimidasi bahkan pemukulan," imbuhnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 18 Ayat 1 disebutkan, setiap orang yang secara sengaja melawan hukum dan melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda sebanyak Rp500 juta.

"Namun pasal ini pun dari awal tidak dimasukkan oleh penyidik. Hal ini menunjukkan, pihak TNI AU berusaha untuk melindungi prajuritnya dengan mengganjar hukuman ringan saja," kata Agus.

Sementara, Ketua Majelis Hakim, Kolonel CHK Budi Purnomo, seusai persidangan mengatakan bahwa saat ini sudah era keterbukaan informasi, dan hukum akan diproses sesuai mekanismenya.

"Sekarang zaman keterbukaan, semuanya melalui proses hukum. Kita harus menghargai proses hukum, kamu yang muda jangan terbawa emosi, semuanya ada hukum yang mengatur," katanya. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya