Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
RATUSAN warga berkumpul di Telaga Sejuta Akar, di Desa Bondo, Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Sabtu (29/7) siang. Para sesepuh masyarakat, generasi muda, laki-laki, perempuan, tua dan muda, menjadi saksi atas peristiwa eko-religi ruwatan mata air.
Acara ruwatan mata air yang dikemas dalam rangkaian kegiatan dua hari bertajuk Festival Mata Air Jepara 2017 ini diselenggarakan Yayasan Kartini Indonesia (YKI), didukung oleh Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan Air (GN-KPA).
Pada Festival Mata Air Jepara 2017 yang berlangsung dua hari, dari kemarin hingga Minggu (30/7) itu juga digelar kegiatan Sarasehan Teologi Bumi, penanaman pohon serta pentas seni tradisi.
Ketua YKI, Hadi Priyanto, menjelaskan bahwa kata ruwatan adalah kata dalam Bahasa Jawa, yang bermakna menyucikan. Kegiatan ruwatan ini bertujuan untuk memuliakan mata air sebagai bagian kebesaran alam dan lingkungan hidup, beserta tetumbuhan di sekitarnya, sebagai penopang utama keberlangsungan hidup manusia.
"Ritual ini kami jalankan sebagai bentuk rasa syukur dan pertanggungjawaban kami sebagai manusia pengguna mata air terhadap Sang Pencipta mata air," Didin Ardiansyah, seniman Jepara sekaligus sebagai salah seorang panitia kegiatan menambahkan.
Kegiatan ini juga bertujuan menarik perhatian khalayak luas, khususnya di Jepara, untuk merawat dan menumbuhkan kecintaan terhadap mata air di sekitar Jepara dan lereng Gunung Muria, yang kualitas dan kuantitasnya kian menurun dari hari ke hari.
"Pelestarian lingkungan adalah bagian dari iman," Muhammad Syariful Ba’i, salah satu intelektual muslim dari Pecangakan Jepara yang menjadi salah satu pembicara sarasehan. "Iman dan doktrin agama dapat diwujudkan melalui pendekatan eko-religi, yaitu beragama dan beribadah kepada Tuhan melalui perlindungan alam."
Pada kesempatan yang sama, Muhammad Iskak Wijaya, salah seorang pengamat budaya dan penggiat pemberdayaan masyarakat di YKI, menyampaikan bahwa dalam setiap agama, terdapat prinsip dan ketentuan mengenai konservasi alam dan lingkungan.
Sementara itu, pembicara sarasehan lainnya, Pendeta Prapto Basuki, tokoh agama Kristen di Jepara, menuturkan bahwa teologi bumi perlu benar-benar dibumikan, dalam arti dilaksanakan secara nyata oleh semua orang-orang beragama. Upaya ini dapat dimulai dari rumah, di tingkat keluarga, dengan menguatkan pembelajaran tentang pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem, dengan memelihara lingkungan sekitar.
Dalam kegiatan Festival Mata Air, YKI juga menggandeng berbagai komunitas, di antaranya Forum Media Tradisional Kabupaten Jepara, Barisan Tani Jepara, Kelompok Tani Muda Ikhtiar Maju Kembang, dan Kelompok Usaha Bersama Petani Lele Margo Mulyo Bondo. (RO/OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved