Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
SELAMA 8 tahun terakhir, permukaan tanah di Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang, Jawa Barat, mengalami penurunan hingga 2 meter.
Kondisi tersebut diungkapkan oleh tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang melakukan ekspose laporan akhir hasil kajian kontur tanah Karangligar bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karawang di ruang rapat Badan Perencanaan Pembangungan Daerah (Bappeda) Karawang, Kamis (27/7).
"Kemungkinan bisa saja karena tanah di sekitarnya menahan beban terlalu berat, atau bisa pula dampak dari banyaknya warga menggunakan air bawah tanah. Sehingga perlu kita lakukan penelitian tahap kedua, yang saat ini kita tawarkan kepada Pemda," kata Imam, salah satu anggota tim peneliti ITB tersebut.
Imam sendiri belum mau mengungkap penyebab bencana wilayah Karangligar yang dapat diserang banjir puluhan kali dalam setahun tersebut.
Soal kemungkinan pengaruh eksploitasi minyak dan gas bumi oleh sumur-sumur gas milik Pertamina, Imam mengatakan pihaknya tidak sampai melakukan penelitian sejauh itu. Alasannya, butuh alat khusus yang disebutnya sebagai monitoring sistem dengan biaya cukup mahal karena perlu melakukan pengeboran dari kedalaman sumur gas Pertamina hingga 1 kilometer.
Di sisi lain, pihaknya juga merasa belum mendapatkan referensi yang bisa memperkuat alasan bahwa eksplorasi migas berdampak signifikan terhadap penurunan permukaan tanah.
Sementara itu, perwakilan warga Karangligar maupun aktivis lingkungan dari Pepeling, yang turut hadir dalam ekspose itu, mengaku kecewa dengan paparan yang dilakukan dari ITB.
Pasalnya, pelaksanaan tim ITB yang menghabiskan anggaran ratusan juta rupiah tersebut hanya melakukan penelitian di permukaan. Mereka hanya menyambungkan data-data saja, tanpa melakukan observasi lebih dalam.
"Solusi yang mereka berikan saja tidak memuaskan kita. Di mana solusinya seperti bedol desa, lalu buat titik saluran drainase, biopori. Banyb penyebab utamanya saja mereka masih menggunakan kata mungkin," kata Nasam.
Nasam berharap penelitian tahap kedua yang dilakukan oleh pihak tim ITB dengan BPBD tersebut tidak hanya menyia-nyiakan anggaran, tetapi memberikan solusi yang baik untuk masyarakat Karangligar. (OL-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved