Headline

Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.

Guru Butuh Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

21/5/2017 22:19
Guru Butuh Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
(Ist)

APA persamaan dan perbedaan dokter dengan guru? Demikian salah satu pertanyaan yang mencuat dari narasumber Seminar Nasional Pembelajaran Karakter Berbasis Literasi Produktif dan Higher Order Thinking Skills (HOTS) yang berlangsung di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Jawa Tengah, Minggu (21/5).

Pertanyaan dalam seminar yang diselenggarakan atas kerja sama Ikatan Guru Indonesia (IGI) Jateng dengan Unissula itu segera mendapat tanggapan beragam dari sekitar 250-an peserta yang memenuhi aula tersebut. Audiens yang merupakan gabungan antara guru dari seluruh Jateng dan para mahasiswa FKIP Unissula tersebut tampak antusias dalam merespons pertanyaan yang dilontarkan narasumber itu.

Jawaban para peserta mengerucut kepada kesimpulan bahwa guru dan dokter sama-sama profesi yang menangani manusia. Perbedaannya, penghasilan guru kalah jauh jika dibandingkan dengan penghasilan dokter.

"Mengapa demikian?" pertanyaan lanjutan diajukan oleh Indra Charismiadji, narasumber yang merupakan bos Eduspec Indonesia sekaligus pakar pembelajaran abad 21.

Para audiens termenung mendapatkan pertanyaan tersebut. Sejenak mereka bergeming dan tidak bersuara sedikit pun. Pertanyaan itu pun langaung dijawab oleh Indra sendiri. "Karena sepanjang kariernya sebagai dokter, setiap hari dia dituntut untuk berpikir HOTS".

Jika ditelaah lebih lanjut, seorang dokter memang dituntut untuk setiap saat menganalisis penyakit pasien yang ditanganinya. Tidak mungkin seorang dokter memberikan obat yang persis sama, baik jenis, dosis, dan cara mengonsumsinya kepada sejumlah orang yang menderita gejala penyakit yang sama tetapi dengan latar belakang medis dan gejala-gejala respons terhadap treatment yang berbeda.

Misalnya ada beberapa penderita penyakit batuk. Dokter sebelum memberikan treatment kepada setiap pasien harus tahu apakah pasien memiliki alergi terhadap obat tertentu atau tidak, mempunyai penyakit yang lain atau tidak, pernah mendapatkan treatment tertentu yang bisa membahayakan pasien jika mengonsumsi obat yang akan diberikan atau tidak, dan seterusnya.

"Dokter harus banyak melakukan evaluasi terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dialami oleh satu pasien dengan pasien yang lainya setelah diberikan treatment kepada mereka. Bahkan ia bisa menciptakan sebuah treatment baru yang sama sekali berbeda jika ternyata pasien penderita penyakit tersebut ternyata memiliki hal-hal yang mendesak untuk ditangani," lanjut Indra.

Dokter juga sudah terbiasa bekerja dalam tim untuk menangani satu pasien. Contohnya ketika ada seorang pasien yang harus menjalani operasi bedah sesar, maka diperlukan kerja sama tim antara 3 dokter spesialis, yakni spesialis anestesi, spesialis bedah, dan pesialis anak.

"Dokter-dokter harus berkonsentrasi penuh dan selalu menggunakan analisa-analisa menyeluruh dan evaluasi yang ketat sehingga pasien dari persiapan melahirkan, operasi caesar sampai pascaoperasi dan seterusnya dalam kondisi baik-baik saja," papar Indra.

Ini artinya dokter sudah biasa menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta dalam pekerjaannya sehari-hari. Ketiga level berpikir itulah yang di dalam taksonomi Bloom itu disebut sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS), di samping keterampilan berpikir mengingat, memahami, dan menerapkan, yang berada pada level berpikir tingkat rendah dan menengah.

Lantas, bagaimana dengan guru di Indonesia? Apakah para guru itu dalam pekerjaan sehari-harinya juga melakukan keterampilan berpikir sebagaimana yang dilakukan oleh para dokter? Apakah setiap saat mereka berpikir pada level HOTS?

Apakah mereka senantiasa menganalisis perlakuan yang seharusnya mereka terapkan kepada anak didiknya sehingga para siswa tersebut bisa mendapat peningkatan kompetensi yang sangat signifikan setelah dilakukan treatment oleh para guru tersebut?

Apakah para guru juga senantiasa mengevaluasi sehingga diperoleh keputusan-keputusan terbaik dalam memberikan treatment kepada para siswanya setiap saat?

"Apakah mereka juga melakukan rapat-rapat khusus untuk menciptakan model-model baru atau perlakuan perlakuan yang mengajarkan materi-materi yang sekiranya sangat mendesak untuk dikuasai siswa dan bisa berakibat fatal bagi masa depannya apabila mereka tidak menguasai atau keliru memahaminya?" tanya Indra bertubi-tubi untuk mendapat jawaban perbedaan guru dengan dokter.

Jika guru bisa melakukan hal-hal yang dilakukan oleh dokter tetapi di ranah pendidikan, kata dia, suatu saat penghasilan guru mungkin akan sama dengan penghasilan dokter.

"Dan akan sangat jarang dijumpai para guru yang komplain dan mengatakan bahwa mereka ribet dengan berbagai administrasi yang rumit, repot dengan perangkat mengajar, terganggu dengan kewajiban untuk menjadi guru pembelajar, dan lain-lain, sehingga tidak sempat memikirkan bagaimana mendidik dan mengajar dengan baik para anak didiknya," ujarnya.

Menurut Indra, guru justru akan butuh melakukan analisis jitu dan mencatat hal-hal kecil yang detail untuk bahan evaluasi dan menciptakan metode, model, media, atau konten pembelajaran mutakhir dalam menjalani pekerjaan mereka sehari-hari. Dan akhirnya masyarakat mempercayai mereka dengan memberikan penghargaan berupa penghasilan yang tinggi. (RO/OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya