Headline

Pansus belum pastikan potensi pemakzulan bupati.

Kondisi Beruang Madu Betina Membaik Setelah Diamputasi

Ferdian Ananda Majni
29/4/2017 17:38
Kondisi Beruang Madu Betina Membaik Setelah Diamputasi
(ANTARA/Ampelsa)

BALAI Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh memastikan kondisi beruang madu helarctos malayanus yang diamputasi tangan kanan di Klinik Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) berangsung membaik. Bahkan, nafsu makan beruang meningkat dalam proses karantina di BKSDA Aceh.

Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo, kepada Media Indonesia, Sabtu (29/4), mengatakan, setelah menjalani operasi dan amputasi tangan kanan di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) kondisi beruang madu berangsur membaik.

"Tangan kanan beruang betina yang terkena jerat babi di Aceh Utara itu harus diamputasi karena mulai membusuk dan tinggal tulang, jadi tidak bisa diselamatkan. Sedangkan kaki kiri yang juga terluka parah membutuhkan penangganan serius," katanya.

Menurut dia, pengerakan beruang madu masih terbatas akibat terpengaruh obat bius. Proses pembedahan selesai dilakukan sekitar pukul 16.30 WIB. Ketika tiba di pusat konservasi BKSDA Aceh, beruang madu berjenis kelamin betina itu masih dalam kondisi pingsan.

"Beruang madu itu masih tidak terlalu agresif dan aktif. Tentu kami harap begitu, kami khawatir bisa berakibat fatal pada proses recovery bekas amputasi. Sehingga kami juga menempatkan beruang dalam kandang yang tertutup terpal agar tidak terganggu dan membuatnya panik," terangnya.

Sapto menambahkan, nafsu makan beruang madu juga membaik bahkan sejak dikarantina di kandang BKSDA Aceh. Beruang madu diberi makan pepaya, pisang, dan buah-buahan lainnya sehingga pola makannya terkontrol.

"Nafsu makannya sudah cukup bagus. Dari sejak dibawa ke sini, cukup banyak makan. Jadi dengan banyak makan, kami harapakan dia cepat pulih," paparnya.

Oleh karena itu, tim dokter FKH Unsyiah juga akan terus memantau perkembangan beruang secara rutin dan memastikan asupan gizi beruang terpenuhi hingga proses pemulihan akan berlangsung normal.

"Dokter akan terus memantau, kami percayakan pada dokter untuk penanganannya, pelahan mulai terlihat perubahan," sebutnya.

Sementara itu, berdasarkan data BKSDA Aceh, populasi beruang madu di Aceh masih banyak. Namun karena degradasi habitatnya juga cukup tinggi sehingga konflik pun sering terjadi. Bahkan, BKSDA Aceh mencatat dalam 4 bulan terakhir, terdapat 4 kasus konflik manusia dengan beruang yang terjadi di beberapa kabupaten kota di Aceh.

"Sebenarnya masih cukup banyak dari pemantauan kami. Cuma memang degradasi habitatnya juga cukup tinggi, sehingga konflik dengan manusia juga sering terjadi, ada yang menyerang ternak, masuk ke perkampungan. Namun, jika kasus yang sedang ditangani ini, lebih karena terjerat jebakan babi yang dipasang oleh masyarakat di dekat habitatanya," ujarnya.

Sapto menyebutkan, konflik manusia dengan beruang akibat kerusakan habitat sehingga satwa menyebar ke pemukiman warga akibat pasokan makananya telah berkurang di pedalaman hutan Aceh. Oleh karena itu, kebijakan BKSDA Aceh dalam penangganan kasus tersebut tidak sampai ke jalur hukum.

"Konteksnya mereka bukan berburu. karena ada perusakan habitat kemudian satwa kekurangan makanan berkurang jadi turun mencari makan ke permukiman warga. Jadi selama orang masih bisa dilakukan secara persuasif atau pendekatan jika ditangkap mau menyerahkannya. Kami tidak akan melakukan proses hukum," lanjutnya.

Jika kasus pemburuan beruang madu sudah masuk ke ranah perdagangan atau masyarakat tidak bersedia menyerahkan secara sukarela maka akan diproses secara hukum.

"Untuk beruang belum ada kasus yang diproses secara hukum. Namun, untuk satwa liar dilindungi lainnya tetap akan proses hukum jika melawan dan tidak mau menyerahkannya. Apalgi sudah terindentifikasi ke ranah perdagangan. Kami akan bersikap tegas," pungkasnya. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya