PT Trans-Jakarta memutuskan mengoperasikan 184 bus hasil
pengadaan pada 2013 pada 22 Desember lalu. Bus-bus tersebut sempat
teronggok selama dua tahun di pul bus Trans-Jakarta di Cawang, Jakarta
Timur, lantaran dijadikan alat bukti kasus korupsi yang menjerat mantan
Kepala Dinas Perhubungan Udar Pristono.
Direktur Utama PT
Trans-Jakarta, Steve Kosasih, mengatakan sebelum dioperasikan, seluruh
unit bus sudah diperiksa. Kondisi bus juga diperbaiki terlebih dahulu
sebelum diputuskan dapat dioperasikan karena sudah tidak digunakan
selama dua tahun. Terlebih lagi saat dibeli, kondisi bus juga tidak
maksimal, misalnya, ditemukan banyak karat di sebagian rangka.
"Ada
142 bus tipe tunggal dan 42 bus tipe gandeng yang sudah siap
dioperasikan. Sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan karena kita semua
tahu bus-bus ini ialah hasil pengadaan yang dianggap tidak maksimal
karena banyak bus karatan. Namun, kami perbaiki lagi sehingga bisa
dioperasikan," kata Kosasih, pekan lalu.
Kosasih menjelaskan
rencana pengoperasian bus-bus itu harus melalui proses yang rumit dan
waktu yang cukup panjang. Pengoperasian bus harus menunggu persidangan
kasus korupsi Udar selesai. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga harus
menghadapi gugatan di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang
diajukan salah satu perusahaan pemenang lelang pengadaan bus, yakni PT
Ifani Dewi.
Perusahaan tersebut menuntut pelunasan pembayaran
satu unit bus seharga Rp3,6 miliar dan tambahan Rp4,1 miliar untuk biaya
BPKB dan STNK 30 unit bus lainnya. Proses gugatan tersebut baru selesai
pada pertengahan tahun ini. "Karena banyak proses panjang yang harus
dilalui, (pengoperasian) baru bisa terlaksana akhir tahun ini," ujar
Kosasih. Ia menambahkan bus-bus tersebut akan didistribusikan secara
adil ke 12 koridor Trans-Jakarta sesuai kebutuhan masing-masing koridor
tersebut.
Memperkuat Pengoperasian 184 unit bus itu
memperkuat transportasi massal di Ibu Kota. Berdasarkan data, jumlah bus
Trans-Jakarta yang telah beroperasi hingga Juli lalu tercatat 823 unit,
terdiri atas 288 unit bus gandeng dan 535 bus tunggal.
Selain
bus Trans-Jakarta, transportasi massal Ibu Kota juga diperkuat dengan
pengoperasian 115 unit bus Kopaja. Operasionalnya juga terintegrasi
dengan bus Trans-Jakarta pada 22 Desember lalu. Kopaja rencananya akan
terus ditambah hingga 320 unit. Peluncuran operasional bus Kopaja itu
dilakukan bersamaan dengan peluncuran 20 unit bus gandeng Scania baru.
Bus Scania itu merupakan bagian dari 50 unit bus hasil pengadaan 2015.
Sebelumnya,
Pemprov DKI juga telah mengoperasikan 45 unit bus aglomerasi atau bus
Trans-Jabodetabek pada Agustus lalu. Bus tersebut merupakan hibah dari
Kementrian Perhubungan (Kemenhub) dan dioperasikan oleh Perusahaan Umum
(Perum) Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD).
Untuk terus
mendorong pengguna kendaraan pribadi berpindah ke kendaraan umum, pada
2016, Kemenhub berencana menghibahkan 600 bus aglomerasi kepada PPD
untuk armada Trans-Jabodetabek. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja
Purnama atau Ahok bahkan mendorong PPD untuk merekrut sopir angkutan
umum lain, termasuk sopir metromini, untuk mengoperasikan bus tersebut.
"Saya
sudah minta PPD dan Dishubtrans (Dinas Perhubungan dan Transportasi)
DKI untuk merekrut sopir dari metromini atau operator lain. Karena nanti
PPD dapat 600 bus," kata Ahok di Balai Kota, Senin (21/12) lalu.
Ia
mengatakan semua sopir yang direkrut PPD dan operator yang bekerja sama
dengan PT Trans-Jakarta harus menjalani pelatihan. Sebab, sopir yang
mengemudikan bus-bus PPD maupun Trans-Jakarta wajib memiliki sertifikasi
pelatihan tersebut.
Menurut Ahok, pelatihan itu merupakan salah
satu langkah meningkatkan kemampuan sopir agar dapat mengendarai bus
baru yang sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM) yang diterapkan
PT Trans-Jakarta. (Put/J-4)