Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
Rumah pendekar Betawi si Pitung berada di pesisir laut utara Jakarta. Rumah bersejarah berbentuk panggung kayu berwarna cokelat tua itu menjadi saksi bisu perlawanan sang pendekar terhadap kolonialisme Belanda.
Rumah itu masih berdiri kukuh di Jalan Marunda Pulo No 1, Kelurahan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Perawatan secara berkala membuat kayu-kayu rumah terhindar dari santapan rayap.
Sayangnya, hal itu tak dibarengi dengan sarana infrastruktur yang memadai. Jalan akses dari Jalan Marunda Raya menuju rumah yang kini menjadi kawasan wisata sejarah itu sangat sempit. Bahkan, banyak bagian jalan yang lapisan aspalnya sudah mengelupas.
“Ini satu-satunya akses jalan menuju rumah si Pitung. Jalannya sempit, bahkan banyak bagian yang sudah rusak karena terkikis air laut. Akan segera kami perbaiki dan dilebarkan jalan itu,” ujar Wali Kota Jakarta Utara, Wahyu Haryadi.
Lebar jalan itu hanya 4 meter, sementara panjangnya 100 meter. Dengan jalan selebar itu, praktis hanya satu mobil yang bisa melintasinya.
“Jadi, kalau ada dua mobil yang berlawanan arah, salah satu harus mengalah, menunggu di bagian ujung sampai mobil lawan tiba. Mungkin ini salah satu penyebab sepinya pengunjung ke kawasan wisata ini. Pengunjung jadi malas ke sini,” terang Wahyu.
Tak berhenti di situ, kekurangan dari kawasan wisata Rumah si Pitung ialah ketiadaan lahan parkir. “Ini juga yang akan kami usulkan ke pemerintah pusat agar ada lahan parkir buat kendaraan,” tegasnya.
Oman Suherman, 61, salah satu warga setempat, mendukung penuh rencana Wali Kota dalam melebarkan jalan tersebut. “Dari saya kecil sampai setua ini, jalannya dari dulu ya cuma segede ini,” terangnya.
Hanya, sambungnya, pemerintah perlu memikirkan nasib warga yang rumahnya berada di kanan-kiri jalan. Jika jalan tersebut dilebarkan, tentu rumah-rumah akan digusur.
Salah satu wisatawan yang jauh-jauh datang dari Kupang, Nusa Tenggara Barat, Akhmad, 49, menyebut sempitnya jalan tersebut menjadi satu-satunya masalah bagi kawasan wisata tersebut. Padahal, objek wisatanya luar biasa menarik.
“Bangunannya indah, baik dari segi arsitektur maupun material bangunannya. Apalagi jika dilengkapi dengan cerita kepahlawanan si Pitung. Cuma jalan ke sininya yang menjadi masalah,” ujarnya.
Akhmad mengaku terpaksa memarkirkan mobil carterannya di Jalan Marunda karena jalan akses yang sempit itu. Bersama anak-istrinya, ia pun jalan kaki menuju Rumah si Pitung.
Sejatinya, rumah itu hanyalah sepenggal kisah dari berbagai tempat persembunyian Pitung yang nomaden. Pitung terpaksa hidup berpindah-pindah untuk menghindari kejaran tentara Belada yang memburunya. (Sri Utami/J-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved