Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

SKPD DKI Rapat di Kereta Berikutnya Bisa di Diskotek

Yanurisa Ananta
11/1/2017 08:10
SKPD DKI Rapat di Kereta Berikutnya Bisa di Diskotek
(Dok. MI)

PELAKSANA Tugas Gubernur DKI Sumarsono mengajak rapat pimpinan di atas kereta api wisata dengan tujuan Yogyakarta karena fokus membahas Peraturan Gubernur No 229 Tahun 2016 tentang Pengembangan dan Pelestarian Budaya Betawi.

“Saya pilih Yogyakarta karena jaraknya tidak terlalu jauh. Lagi pula, banyak kepala SKPD (satuan kerja perangkat daerah) yang sudah ke Inggris, Belanda, atau Amerika Serikat, tapi mereka tidak pernah ke Keraton Kesultanan Yogyakarta,” kilah Sumarsono menjawab komentar miring rapim di atas kereta wisata mengandung kerahasiaan.

Ada juga yang mengira rapim itu bertujuan menghindari penyadapan. Pasalnya rombongan SKPD yang diperkirakan setidaknya 40 orang berangkat Jumat (13/1) pukul 22.00 WIB dan tiba keesokan harinya, Sabtu (14/1) pukul 07.00.

Penilaian mengada-ada itu disebabkan waktu keberangkatan pukul 22.00 merupakan jam tidur, bukan jam untuk rapat. Apalagi sebelum berangkat, seluruh SKPD terlebih dahulu menyaksikan debat tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur di Balai Agung, Balai Kota.

Menurut Sumarsono, biaya rapim murni menggunakan dana pribadi. Setiap peserta dikenakan Rp7 juta. “Kami tidak menggunakan APBD dan hal ini boleh saja karena pada hari libur.”

Satu gerbong kereta disewa seharga Rp30 juta untuk perjalanan pulang pergi dengan fasilitas ruang karaoke, bar, dan sofa yang nyaman. Sumarsono mengatakan menyewa empat gerbong. Artinya, untuk sewa kereta wisata, mereka butuh dana Rp120 juta dan hanya diisi SKPD DKI.

Kalau menggunakan pesawat, biaya justru jauh lebih murah. Paling mahal tiket pesawat pulang pergi hanya seharga Rp1,7 juta. Biaya hotel bintang lima tidak sampai Rp2 juta per malam. Ditambah biaya makan dan transportasi jarak dekat, maksimum pengeluaran Rp5 juta untuk perjalanan satu malam dua hari.

Sebenarnya, lanjut Sumarsono, kegiatan kerja rekreatif bisa dilakukan di lokasi lain. Di kemudian hari, jika diadakan di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantar Gebang, Bekasi, sebagaimana diusulkan seorang warga lewat media sosial, Sumarsono tidak akan menolak.

“Kalau sekarang kita rapat rekreatif di Bantar Gebang, tentu tidak sesuai dengan konteks yang ingin dicapai. Sekarang fokusnya pelestari­an budaya. Kita harapkan ada kerja sama dengan Yogyakarta. Nanti kalau ada permintaan ke sana (Bantar Gebang), boleh juga.”

Tuty Kusumawati, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah DKI, mengatakan akan ikut. Begitu juga dengan Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Ratiyono. “Saya harus ikut. Memang tidak diwajibkan. Kerja sambil rekreasilah,” imbuh Ratiyono.

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menyebut rapim di atas kereta melanggar aturan penyelenggaraan rapat. Rapat berujung tidak transparan dan menerobos Pergub 159 Tahun 2016. “Jika sekarang rapat di kereta, ke depan bisa di lapangan atau diskotek,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur Komite Pemantau Legislatif dan Eksekutif Syamsuddin Alimsyah berpendapat Sumarsono dan SKPD terjebak agenda membangun suasana politik sejuk. “Aplikasi kesejukan salah satunya rapat sambil wisata. Mereka tidak punya konsep kuat untuk Ibu Kota.” (Sru/J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya