Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Reklamasi Bisa Didorong untuk Eksplorasi Pantai

Sry Utami
03/10/2016 09:45
Reklamasi Bisa Didorong untuk Eksplorasi Pantai
(MI/ATET DWI PRAMADIA)

REKLAMASI bukan barang baru di Indonesia. Sejak ratusan tahun lalu, persisnya 1627 - 1772, telah terjadi reklamasi melalui sedimentasi alami di Pantai Utara Jakarta.

Penambahan daratan itu disambut masyarakat dengan menggeser permukiman dari kota ke arah laut. "Warga mendirikan bangunan tempat tinggal di sana," papar Ketua Ikatan Indonesian Land Reclamation and Water Management Institute Sawarendro, pekan lalu.

Begitu juga proses yang terjadi di pantai. Ada tanggul, pagar, tapi tetap saja ada orang yang bermukim di luar tanggul. Dan tanpa rencana sebelumnya penghuni di sana membuat waterfront development sendiri.

Dengan kata lain, lanjut Sawarendro, dalam skala tertentu, waterfront development sudah berjalan ratusan tahun. Yang membedakannya dengan reklamasi, proyek Garuda Megah di utara Jakarta, direncanakan dengan sangat baik oleh beberapa pengembang secara terintegrasi.

Reklamasi, menurut Sawarendro, akan membuat arus menjadi lebih kecil antara garis pantai dengan pulau reklamasi. "Memang arus antara pulau tetap akan besar karena adanya aliran dari sungai. Tapi arus dari garis pantai dan pulau reklamasi akan lebih rendah," jelasnya.

Sirkulasi lalu lintas air bisa dijaga dengan baik untuk tranportasi kapal nelayan di kawasan itu. Metodenya bisa digunakan dengan membuat kanal antara daerah pulau reklamasi dan daratan menjadi lebih dalam. Dengan sendirinya, gelombang akan menjadi lebih kecil dan tenang.

“Sesudah ada reklamasi gelombang jadi lebih tenang. Kejadian erosi pun bisa diminimalisir dan terlindung oleh pulau yang dibangun. Kita bisa lihat perubahan pantai di Citarum akibat adanya sedimentasi dan erosi. Umumnya terjadi reklamasi baru seperti juga di Sunda Kelapa,” terang Sawarendo.

Rancangan pulau baru yang telah digagas pada 22 tahun lalu, menurutnya, sudah memenuhi syarat yang ketat. Berbagai perbaikan masterplan juga sudah diakomodir melalui kajian yang seksama.

“Selama 22 tahun ini jelas ada tahapan yang tidak boleh diabaikan dan itu sudah dilakukan. Seperti amdal, jelas melibatkan tim ahli amdal dari berbagai akademisi. Begitu juga dengan perizinan mendirikan sarana dan prasarana, semua sudah diperhitungan. Syarat yang sangat awal sekali tidak mungkin diabaikan.”

Jika dibandingkan daerah lain, Sawarendro melihat, perencanaan proyek reklamasi di laut utara Jakarta lebih ketat dan tepat. Proyek yang dari udara akan terlihat seperti burung Garuda mengepakkan sayapnya itu melibatkan berbagai pihak berkompeten dalam pengkajian rencana serta memperhitungkan dampak jangka panjangnya.

“Perencanaan sudah baik, pemerintah juga sudah menampung beberapa concern masyarakat dengan melibatkan ahli. Hasil akhir bermula dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Begitulah tahapan yang dilakukan.”

Lebih lanjut Sawarendro mengakui reklamasi bersifat netral, artinya bisa berdampak baik dan buruk. Baik buruk itu bisa dipastikan dengan perencanaan dan pengawasan yang baik atau buruk pula.

“Tergantung bagaimana porsinya. Artinya perlu aturan, baik perda, pergub atau aturan teknis lainnya oleh Pemprov DKI. Begitu pedomannya. Jika pedoman baik, kekhawatiran bisa diminimalkan,” imbuhnya.

Ruang kompetisi
Melihat pertumbuhan Jakarta yang begitu pesat, baik ekonomi maupun penduduknya, Sawarendro menilai positif pembuatan ruang kompetisi lewat pembuatan pulau baru.

Jakarta perlu berkompetisi dengan kota yang berkembang lainnya. Jakarta butuh ruang untuk kompetisi. "Mau berkembang ke daerah mana? Daerah Tangerang dan timur Bekasi sudah padat. Depok maupun Bogor ditetapkan sebagai daerah konservasi. Salah satu tempat untuk berkembang yaitu ke arah utara melalui reklamasi,” tuturnya.

Terkait dengan dampak kerusakan lingkungan yang didengung-dengungkan sejumlah pihak, Sawarendro menyatakan tidak sepenuhnya benar. Reklamasi dan lingkungan bisa berjalan beriringan bahkan bisa sebagai langkah perbaikan lingkungan.

“Saya tidak melihat reklamasi dan lingkungan sesuatu yang harus dibenturkan. Kita seharusnya berpikir bagaimana bisa membonceng kegiatan reklamasi untuk perbaikan lingkungan. Reklamasi bisa didorong untuk eksplorasi pantai,” tegasnya.

Selain itu, manfaat reklamasi, tambahnya, bisa memindahkan beberapa aktifitas industri ke pulau baru tersebut. Daerah yang ditinggalkan selanjutnya dijadikan pemukiman masyarakat baru.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dipertegas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 mengamanatkan persetujuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait dengan reklamasi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat ini masih menunggu perbaikan dokumen lingkungan pulau reklamasi oleh pihak pengembang.

Menteri KLHK Siti Nurbaya yang dihubungi pekan lalu menyatakan sanksi administratif yang dikenakan kepada pengembang tiga pulau reklamasi (C, D dan G) akan dicabut bila telah memperbaiki dokumen.

“Kami masih memberikan waktu untuk pengembang melakukan perbaikan dokumen lingkungan dan beberapa item yang harus dipenuhi,” ujarnya.

Siti mengatakan penanganan KLHK tentang Reklamasi Jakarta dituangkan dalam SK 354, 335 dan 356, yang dasarnya Undang-Undang no 32 tahun 2009. Karena itu dasar hukum reklamasi harus segera diurai dengan jelas bagi kepentingan nasional dengan konsep NCICD (National Capital Integrated Coastal Development)

Konsep itu yang dianalisis oleh Bappenas dalam waktu enam bulan terhitung sejak Mei hinggak Oktober 2016. “Analisis itu juga harus melanjutkan proses pengawasan dan penegakan hukum lingkungan. Ini sesuai dengan rapat terbatas kabinet yang dilakukan,” imbuhnya.

Berdasarkan hasil analisis lingkungan pulau reklamasi, pengembang diminta membuatkan penanganan alur pelayaran, gangguan objek vital PLTG/PLTGU, tanah urug dan kepentingan nelayan lainnya.

Hal tersebut harus dituangkan dalam dokumen lingkungan yang ditunggu KLHK sampai akhir Oktober. "Saat ini jelas sanksi itu belum dicabut. Kewajiban pengembang harus dipenuhi dulu seperti desain teknis pipa air pendingin kondensasi, mitigasi sedimentasi Muara Karang."

Pembangunan pulau reklamasi, lanjut Siti Nurbaya, didukung berbagai pihak terutama pemerintah selama memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan berdasarkan kajian.

“Pemprov DKI dan KLHK melakukan pembinaan terhadap pengembang. Sempurnakan saja dokumne lingkungan dengan baik dan bisa dipahami oleh publik. Sampai September ini pengembang pulau G sudah memenuhi syarat material urug yang diberikan oleh KLHK. Setelah ini selesai maka izin linkungan juga nanti berubah,” tandasnya. (Nat/Mhk/T-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya