Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Kedekatan Historis Bikin Kerja Sama Dipelihara

(Nic/J-4)
30/9/2016 00:45
Kedekatan Historis Bikin Kerja Sama Dipelihara
(MI/ARYA MANGGALA)

DIREKTUR Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Syamsul Bahri mengatakan tidak ada kewajiban untuk menggunakan asuransi Bhayangkara pada proses pembuatan surat izin mengemudi (SIM). "Asuransi itu tidak wajib, tidak ada paksaan," ujarnya saat ditemui di Jakarta, beberapa waktu lalu. Hal senada juga disampaikan Kepala Seksi SIM Polda Metro Jaya Komisaris Doni Hermawan. Ia menjelaskan ada dua alur dalam proses pembuatan SIM yang di luar pengelolaan Satpas SIM, yakni pemeriksaan kesehatan dan pendaftaran asuransi. Pemeriksaan kesehatan wajib hukumnya bagi para pembuat SIM, sedangkan asuransi tidak diwajibkan. "Tanpa mendaftar asuransi pun mekanisme pembuatan SIM bisa terus dilaksanakan," jelas Doni. Ia menjelaskan keberadaan loket asuransi Bhayangkara di sejumlah Satpas SIM merupakan bentuk kerja sama dengan pihak asuransi yang merupakan badan usaha milik swasta. "Keberadaannya berdasarkan kerja sama, mereka minta izin untuk buka loket," jelasnya. Namun, ia menolak menjelaskan lebih jauh perihal bentuk kerja sama antara kepolisian dan PT Asuransi Bhakti Bhayangkara (PT ABB). Berdasarkan data Satpas SIM Polda Metro Jaya, pada 2016 (data hingga Agustus) terdapat 716.028 SIM yang diterbitkan, baik dari proses pembuatan baru maupun perpanjang. Jika berasumsi dalam setiap penerbitan SIM disertakan asuransi Bhayangkara senilai Rp30 ribu, uang yang terkumpul mencapai Rp21 miliar. Pada Juli 2016, Ombudsman RI juga telah merilis temuan mereka terkait dengan asuransi Bhayangkara itu. Investigasi Ombudsman dilakukan di 17 satpas di seluruh Indonesia. Sebanyak 10 di antaranya berada di wilayah hukum Polda Metro Jaya.

Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala mengatakan kedudukan PT ABB merupakan badan usaha milik swasta, tapi memiliki kedekatan historis dengan Polri. "Mungkin banyak diurus purnawirawan Polri atau sebagian hasilnya disumbang ke Polri," ujarnya. Ia menegaskan tidak semestinya ada badan usaha milik swasta dalam konteks pelayanan publik. Karena itu, ia menduga ada unsur korupsi melalui pengadaan asuransi tersebut. Menurut Adrianus, meski mereka mengelak dan mengatakan asuransi itu tak wajib hukumnya, pada gesture yang terjadi di lapangan, masyarakat seolah diarahkan untuk mendaftar asuransi tersebut. "Seolah-olah resmi dan dikondisikan agar masyarakat mendaftar," ujarnya. Dengan melihat temuan sebelumnya, Adrianus menyesalkan praktik tersebut masih berlangsung hingga kini. Ia mengaku telah dua kali menyampaikan rekomendasi kepada Kepala Korps Lalu Lintas Polri terkait dengan temuan Ombudsman. Menurutnya, dari rekomendasi itu Kakorlantas akan menindaklanjuti perkara asuransi tersebut. "Kami mencoba persuasif, tapi kalau kenyataannya praktik ini masih ada, kami akan ambil langkah yang lebih tegas," tukasnya. (Nic/J-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya