Headline

DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.

Amat bakal Bisa Belajar dan Tidur di Rumah

(Deni Aryanto/J-2)
28/9/2016 04:35
Amat bakal Bisa Belajar dan Tidur di Rumah
(MI/ATET DWI PRAMADIA)

WAKTU baru menunjukkan pukul 09.30 WIB ketika Muhammad Iriawan bermain di trotoar di samping Stasiun Cikini, Jakarta Pusat. Dengan mengenakan kaus kuning dan celana pendek biru lusuh, bocah 11 tahun itu menjadikan dua pohon beringin di trotoar sebagai tempat berteduh. Tak jauh dari tempatnya bermain, bajaj biru bernomor polisi B 1806 FD terparkir di pinggir jalan. Angkutan umum roda tiga itulah yang setiap hari dikemudikan Riwahyudin, 54, ayah Muhammad Iriawan atau yang biasa disapa Amat, untuk mengais rezeki sekaligus tempat beristirahat, belajar, dan tempat tinggal bagi bapak dan anak itu di sela menunggu penumpang. Amat bahkan kerap ikut ayahnya mengantar penumpang ke tujuan, sebab selama 11 tahun keduanya tidak mempunyai tempat tinggal. Karena Riwahyudin tidak punya kartu keluarga pula, Amat tidak bisa bersekolah. Kartu keluarga menjadi salah satu syarat masuk sekolah.

Barulah pada tahun ajaran 2016-2017 bocah yang ditinggal pergi oleh ibunya di umur satu tahun tersebut bisa mendaftar ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) Gondangdia 05, Menteng, Jakarta Pusat, setelah Riwahyudi bisa memenuhi syarat itu. Tidak mengherankan bila di usianya yang sudah 11 tahun Amat baru duduk di kelas 1. Hari itu Amat bisa keluar dari sekolah dan bermain di pangkalan Bajaj lebih cepat daripada biasanya yang rata-rata pukul 10.00. “Tadi habis ulangan, jadi pulangnya lebih cepat. Besok (hari ini) masih ulangan IPA,” ucapnya polos. Meski hidup serbaterbatas, Amat tetap bersemangat. Bocah yang bercita-cita menjadi pilot itu tetap tekun belajar, kendati harus melakukannya di dalam bajaj ayahnya, di tengah kebisingan lalu lintas. Bila bajaj digunakan untuk mengantar penumpang, ia melanjutkan belajar di trotoar.

Amat mengaku tidak malu meski baru bisa mulai sekolah di umur 11 tahun, bahkan hidup tanpa rumah. “Temanteman (di sekolah) baik. Enggak ada yang ngeledekin (mengejek),” tuturnya. Namun, dalam waktu dekat Amat dipastikan tidak lagi harus tinggal dan belajar di bajaj ayahnya. Ia bakal bisa menikmati kehidupan lebih layak daripada sekarang, karena langit maupun bajaj bukan lagi sebagai atap tempatnya berteduh. Menurut Riwahyudin, sejak kisah hidup mereka ramai diberitakan media massa, ada orang yang berbaik hati mengontrakkan rumah bagi bapak dan anak itu di Gang 12 Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat. “Kemarin (Senin, 26/9) malam datang dua orang ke pangkalan (bajaj). Saya disewain rumah buat setahun. Baju sekolah Amat sudah dibawa ke sana,” ujarnya. Ia sangat bersyukur atas bantuan tersebut. Selain meringankan hidupnya, bantuan itu membuat ia dan putranya bisa tidur, mandi, dan mencuci pakaian di
rumah seperti orang lain, dan tidak perlu lagi repot menumpang di Pasar Cikini atau stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dekat pangkalan. (Deni Aryanto/J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya