Headline
Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.
PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta sudah melakukan beragam cara untuk mengurai masalah kemacetan di Ibu Kota, mulai pemberlakuan kawasan 3 in 1, pembangunan transportasi alternatif seperti mass rapid transit (MRT) dan light rail transit (LRT), hingga penerapan kebijakan pelat kendaraan ganjil-genap di jalan protokol. Selain itu, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), juga tengah menyiapkan 100 bus lowerdeck. Ukuran bus tersebut lebih panjang sehingga bisa menampung lebih banyak penumpang. Namun, segala upaya itu masih belum bisa mengurai kemacetan secara tuntas. Pengamat transportasi dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menilai kemacetan di Jakarta timbul akibat tidak ada integrasi antara tata ruang dan sistem transportasi.
Sejumlah titik pusat kegiatan juga tidak terkoneksi dengan angkutan umum yang layak. "Banyak pusat kegiatan baru yang tidak memiliki transportasi umum. Misalnya, Mal Gandaria, Jakarta Selatan. Ini menyebabkan masyarakat terpaksa menggunakan kendaraan pribadi," ujarnya. Langkah yang diambil Pemprov DKI Jakarta, menurut Yayat, belum maksimal. Distribusi kegiatan untuk mengurai kemacetan mestinya tidak hanya terpusat di jalan-jalan protokol.
Upaya penguraian kemacetan harus dilakukan juga di wilayah lain, misalnya, TB Simatupang, Bumi Serpong Damai (BSD), dan Karawaci. Aturan ganjil-genap hanya akan membantu tugas aparat dalam mengurai beban kemacetan. Namun, beban berpindah ke tempat lain. "Yang menjadi masalah ialah beban konsentrasi ruang kegiatan masih di situ terus. Jangan semuanya menumpuk di wilayah segitiga emas," kata Yayat. Ia menambahkan alternatif transportasi umum juga harus dikebut agar masyarakat memiliki lebih banyak pilihan. "Carilah pembanding angkutan umum yang bisa mengalahkan kendaraan pribadi, baik dari segi kecepatan, keamanan, dan keselamatan," pungkasnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved