KONDISI sebagian besar halte bus reguler di Jakarta memperihatinkan, karena rusak bahkan beralih fungsi. Kerusakan terbanyak terjadi pada bagian tiang halte yang sudah keropos, cat terkelupas, serta atap dan tempat duduk yang tidak lagi utuh.
Kondisi tersebut membuat calon penumpang angkutan umum tidak nyaman berada di fasilitas umum itu. Mereka justru memilih menjauh dari halte karena khawatir ambruk.
Seperti yang terlihat pada salah satu halte bus di Jalan Panglima Polim, tepatnya di depan Kantor Polres Jakarta Selatan. Halte berkuran sekitar 4 X 2 meter itu jauh dari kondisi layak, sebab keramik pelapis tiang betonnya sebagian sudah terkelupas. Selain itu, atap halte juga berlubang. Kondisi itu diperparah banyaknya sampah plastik bekas kemasan makanan.
Berdasarkan pengamatan pada pekan lalu, tidak ada satu calon penumpang pun yang menunggu angkutan umum di halte tesebut. Mereka menunggu angkutan di bawah pohon yang tidak jauh dari halte. "Haltenya kotor, penuh debu, bagaimana mau duduk kalau kami enggak nyaman," kata Eka Santi, 24, salah seorang warga yang sedang menunggu angkutan umum di halte itu.
Karena kondisi halte rusak, Eka mengaku hampir setiap hari menunggu angkutan umum di bawah pohon bersama calon penumpang lain. Halte justru sering dijadikan tempat berteduh para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). "Halte lebih sering dijadikan tempat tidur pengemis. Jadi lebih baik nunggu di bawah pohon, lebih nyaman," ujarnya.
Kondisi tidak jauh berbeda juga terlihat pada halte di Jalan Slamet Riyadi, Matraman, Jakarta Timur. Satu-satunya tempat duduk berukuran dua meter di halte itu kini dalam kondisi penyok. Karena itu, warga yang menunggu angkutan umum terpaksa berdiri. Bahkan, mereka yang kelelah-an harus berjongkok. Selain rusak, tiang halte dipenuhi coretan dan tempelan kertas selebaran.
Adi, 32, warga Kebon Pala, Jatinegara, yang sedang menunggu angkutan umum di halte tersebut mengeluhkan kondisi tersebut. Menurutnya, kondisi itu sudah berlangsung dua bulan. "ini mah bukan halte. Bangku penyok, atap bolong. Kok pemerintah enggak memperhatikan kondisi seperti ini," katanya.
Harus dirawat Menurutnya, pemerintah seharusnya merawat rutin setiap fasilitas umum, termasuk halte. Apalagi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin mengurangi penggunaan mobil pribadi guna mengurangi kemacetan lalu lintas, dengan menggiring mereka berpindah ke angkutan umum.
"Pemerintah ingin kami, warga Jakarta, naik kendaraan umum. Kalau fasilitasnya saja tidak mendukung, bagaimana warga mau naik kendaraan umum? Yang ada nanti orang naik kendaraan umum beralih jadi naik kendaraan pribadi," ujarnya.
Keluhan itu juga disampaikan Joni, 45, sopir angkutan mikrolet M-01 jurusan Kampung Melayu-Senen. Ia menilai, fasilitas halte sangat mendukung ketertiban angkutan umum. "Jangan salahkan kami saja yang ngetem dan berhenti di sembarang tempat. Sebab, halte yang rusak membuat calon penumpang menunggu angkutan umum di mana saja," kata Joni.
Selain kondisi halte dalam keadaan rusak dan tidak laik, sebagian beralih fungsi, di antaranya dijadikan tempat berjualan pedagang kaki lima (PKL). Seperti yang terlihat di Halte Hek, Kramat Jati, Jakarta Timur. Halte itu justru dikuasai pedagang rokok dan aksesori ponsel.
Para pedagang mengaku hanya memanfaatkan halte pada siang hari dan tidak ada pertugas yang melarang. Selain ditempati PKL, tiang halte juga berkarat dan atap yang berlubang, sehingga calon penumpang enggan menunggu angkutan umum di halte. (J-2)