Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
SEBUAH pergelaran dianggap ampuh sebagai bentuk upaya pelestarian budaya. Di Jakarta, setidaknya ada dua event tahunan pergelaran budaya Betawi guna mempertahankan keberadaannya.
Ada Festival Palang Pintu di Kemang yang banyak menyedot perhatian warga Jakarta hingga warga asing, ada pula Festival Condet yang menjadi tempat berkumpulnya para seniman Betawi.
Festival Condet yang digelar 30-31 Juli 2016 dipadati ribuan pengunjung. Berbagai kegiatan budaya Betawi seperti lomba silat, lenong Betawi, Abang-None, dan lainnya digelar di sepanjang Jalan Buluh yang terhubung dengan Jalan Raya Condet sampai pertigaan Batu Ampar, Jakarta Timur.
Antusiasme terlihat dari relanya masyarakat berpanas-panasan memadati jalan tersebut. Tak sedikit yang mengeluarkan telepon seluler mereka guna mengabadikan momen-momen dalam pergelaran tersebut.
Selain bisa menikmati kuliner Betawi yang tersebar di 100 stan yang ada, beberapa warga juga banyak yang hanya datang untuk melepas kerinduan dengan kekayaan budaya Betawi itu.
“Jujur saja, sebagai anak Betawi, sudah lama sekali saya tidak melihat budaya asli Betawi. Di sini saya jadi teringat masa kecil saya yang masih kental suasana Betawinya,” kata Abraham, seorang warga yang menyengajakan diri berkunjung ke sana.
Ia mengaku kegiatan seperti itu bisa dimanfaatkan untuk menemukan khas budaya Betawi yang sudah hampir punah dan sulit untuk dijumpai saat ini.
“Kegiatan lenong di hari biasa mana ada kalau enggak ada kegiatan seperti ini. Jadi, kalau kangen sama pertunjukan lenong, ya tentu orang Betawi harus datang ke sini,” kata warga Betawi yang tinggal di Kampung Melayu, Jakarta Timur, itu.
Ketua Yayasan Cagar Budaya Betawi Condet, Iwan Setiawan, mengatakan diadakannya Festival Condet sebagai bentuk pembuktian bahwa orang Betawi Condet masih ada dan tidak hilang.
“Festival Condet membuktikan kepada masyarakat bahwa orang Betawi Condet masih ada di sini. Masyarakat Betawi Condet masih peduli dengan budayanya,” kata Iwan.
Selama dua hari penuh, ia bersama anggota dan simpatisan Yayasan Cagar Budaya Betawi Condet mengawal acara itu sepanjang hari.
Iwan melanjutkan, sudah dua kali Festival Condet digelar. Hanya, pada tahun pertama kegiatan itu diberi nama Lebaran Betawi Condet. “Tahun lalu digelar di pinggir kali di daerah Balekambang. Karena animo masyarakat meningkat dari tahun sebelumnya, akhirnya acara kita pindahkan ke tempat yang lebih luas,” terangnya.
Iwan menuturkan event itu diharapkan bisa mengenalkan budaya Betawi di wilayah yang dikenal sebagai kawasan cagar budaya Betawi itu. “Siapa lagi yang mau melestarikan budaya Betawi selain kami para penerus? Masyarakat juga harus tahu bahwa di Condet masih ada cagar budaya Betawi yang masih dilestarikan,” jelasnya.
Dukungan pemerintah
Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardhana mengatakan pihaknya mendukung diadakannya Festival Condet itu. Bahkan, event tersebut juga bisa menjadi event tahunan yang rutin diselenggarakan
“Tentu kami dukung Festival Condet. Itu sudah dua kali diadakan. Ini bisa menjadi agenda tahunan dan pemerintah tentunya akan mendukungnya,” tegasnya.
Kawasan Condet masuk kawasan cagar budaya Betawi seperti tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta No D.IV-115/e/3/1974. Namun, dalam perjalanannya, kawasan itu kini tidak lagi terlihat kekhasan Betawinya. Rumah khas Betawi hingga bahasa ‘lu-gue’ khas Condet sudah sulit sekali ditemui.
Bangunan-bangunan bertingkat dan rumah toko terlihat di mana-mana. Bahkan jalan-jalan sempit sudah dipenuhi deretan rumah kontrakan. (J-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved