Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Telepon Menteri Membawa Pencerahan (3-Habis)

Tim Investigasi
04/4/2016 11:01
Telepon Menteri Membawa Pencerahan (3-Habis)
(Murid-murid SD Sikeras Kecamatan Suro Makmur, Aceh Singkil, sedang belajar kelas Baca Tulis Quran (BTQ)--MI/ARDHY DINATA SITEPU)

CITA-cita Jeffry Berutu, siswa Kelas XI SMAN 1 Suro, Kabupaten Aceh Singkil, mau menjadi polisi. Ia khawatir nilai agama yang hanya rata-rata 6 per semester akan menghambat cita-citanya karena mempengaruhi nilai secara keseluruhan.

"Paling tinggi nilai yang didapat siswa di luar muslim hanya 6,5 dan paling rendah 6," ujar Jeffry yang masih menganut agama Pambi atau sekarang dikenal dengan nama Permalim.

"Itu agama asli Laguboti, Hutatinggi. Di sekolah ini ada sekitar 15 orang beragama Pambi. Kami melakukan ritual agama di rumah warga secara bergantian setiap Sabtu. Namun setelah konflik meletus Oktober lalu, kegiatan agama Pambi dihentikan," cetusnya.

Setahu Jeffry, konflik antara pemuda meletus bermula dari pertunjukan hiburan kibor. Para pemuda mabuk-mabuk. Konflik pecah antara pemuda Kampung Mendumpang dengan Bulusema. Mendumpang mayoritas Kristen, sedangkan Bulusema mayoritas Islam.

Pada saat konflik meletus, muslim Mendumpang membela warga kampungnya, begitu juga penduduk Bulusema yang kristiani membela kampungnya. Jadi, mereka bukan membela agama masing-masing.

Bentrok itu disebut-sebut pertikaian antarpemeluk agama karena dikaitkan pada bentrok-bentrok sebelumnya.

"Meski pada bentrokan itu melibatkan siswa SMA, tapi di sekolah kami baik-baik saja," urai Jeffry.

Di SMAN 1 Suro rata-rata kelas terdapat 11 murid agama Kristen dari 30 siswa keseluruhan. Total kelas 11 ruangan. Pelajaran agama hanya BTQ (Baca Tulis Quran). Siswa beragama lain diminta menghargai dengan tetap berada di dalam kelas.

Guru agama dengan latar belakang sekolah teologi (Kristen), bukan tidak ada. Nelson Lumbagaol, misalnya, punya surat penugasan dari Gubernur NAD sebagai guru agama Kristen. Tapi pengawas dari Dinas Pendidikan Kabupaten Acih Singkil memintanya mengajar pelajaran umum saja.

Lima tahun lalu, Nelson pernah mengajar pendidikan agama Kristen bagi siswa kelas tiga di SDN Tuhtuhan.

“Pelajaran apa ini Pak?” tiba-tiba seorang pengawas masuk ke dalam kelas dan bertanya kepada Nelson Lumbangaol dengan nada tinggi.

Rupanya Nelson yang mengajar pendidikan agama Kristen di SDN Tuhtuhan, Kabupaten Aceh Singkil, tidak menyadari kalau sedari tadi ada pengawas yang mendengarkan dari balik pintu.

Dengan sigap, Nelson pun menjelaskan sedang mengajar pendidikan agama Kristen untuk kelas 3 SD.

“Atas inisiatif siapa diadakan kelas agama Kristen? Di Kabupaten Aceh Singkil tidak pernah ada kebijakan pengadaan kelas pendidikan agama Kristen!” kata pengawas itu dengan nada tinggi.

“Bapak seperti orang baru saja. Orang-orang di Aceh Singkil tahu saya guru agama Kristen. Yang mengizinkan saya mengajar ya SK yang dikeluarkan Gubernur Aceh,” tukas Nelson.

“Jadi begini saja Pak, saya bukan melarang, namun di sini Aceh, jadi janganlah,” pengawas menganjurkan.

Nelson mengaku saat itu dia sangat emosi. Sekitar dua bulan kemudian, ia dipindahkan ke SD Siatas.

Surat Keterangan (SK) pengangkatan Nelson sebagai guru sekolah dasar oleh Dinas Pendidikan Nangroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan guru pendidikan agama Kristen. Berbekal surat keterangan tersebut, ia bersikukuh untuk mengajar pendidikan agama Kristen sampai saat ini.

Peristiwa lima tahun itu bukan hanya menimpa Nelson. Hampir semua guru yang berlatar belakang pendidikan ilmu agama Kristen (Teologi) berpindah status sebagai guru pendidikan umum di Kabupaten Aceh Singkil.

Tidak terakomodir

Alasan pihak sekolah, latar belakang pendidikan mereka tidak terakomodir dan kadang pula menyatakan adanya desakan dari Dinas Pendidikan Aceh Singkil. Hingga saat ini, Nelson satu-satunya guru yang tetap mengajar sesuai SK.

“Saya satu-satunya pemegang SK Gubernur yang tetap bertahan mengajar agama Kristen di Aceh Singkil. Sementara yang lainnya beralih menjadi guru pelajaran umum,” tuturnya.

Saat pindah tugas ke SD Siatas, Nelson tetap bersikukuh mengajar sesuai bidangnya yakni pendidikan agama Kristen. Tapi Kepala sekolah SDN Siatas menolak membuka kelas pendidikan agama Kristen karena tidak ada izin dari Dinas Pendidikan.

“Kepala sekolah saya bilang, jangan dulu, pelan-pelan saja, nanti akan diadakan. Saya tidak mau jadi guru kelas. Pengawas menegur dan saya minta sebagai guru pemantau saja. Akhirnya, saya ikut juga mengajar berbagai mata pelajaran. Terakhir, saya mengajar seni suara.”

Ketiadaan pendidikan agama Kristen di Kabupaten Aceh Singkil seperti memperdebatkan mana lebih dulu ayam atau telur. Tidak ada pelarangan pendidikan agama Kristen, namun mata pelajaran tidak bisa diajarkan.

“Dinas Pendidikan Aceh Singkil selalu mengatakan bisa dibuka kelas pendidikan agama Kristen asal ada SDM-nya. Namun tidak ada didatangkan guru agama Kristen. Ketika guru agama Kristen seperti saya ada, pengawas sekolah yang menegur,” cetusnya.

Jadilah, setiap mata pelajaran agama, murid-murid beragama Kristen keluar kelas melakukan berbagai kegiatan seperti kesenian, olahraga, maupun bersih-bersih sekolah. Nilai mata pelajaran agama ditentukan oleh guru agama Islam, yang pada umumnya memberikan angka 6.

Suatu hari ada usulan agar nilai pelajaran agama Kristen dipercayakan kepada pengurus gereja atau pendeta. Namun kemudian ditentang oleh Kepala Unit Teknik Pendidikan Kecamatan (KUTPK).

“Menurut KUTPK, harus ada juklak (petunjuk pelaksanaan). Sebelum ada juklak, dia minta tidak diadakan. Padahal UU Pendidikan Nasional sudah menjamin sehingga ada kurikulum pendidikan agama Kristen,” cetusnya.

Masa suram itu diyakini segera berlalu. Dinas Pendidikan Aceh Singkil telah berjanji menyediakan kelas pendidikan agama Kristten di berbagai tingkatan. Perubahan ini tidak terlepas dari ramainya pemberitaan.

“Minggu lalu, heboh di sini. Kemudian, Senin, diterapkan murid beragama Kristen tidak perlu lagi mengikuti pelajaran agama Islam,” lanjut Nelson.

Saat LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) datang ke Aceh Singkil, Nelson dan kawan-kawan memberikan keterangan sekaligus mengklarifikasi beberapa kasalahan pemberitaan media massa, terutama terkait kata pemaksaan.

“Tidak ada pemaksaan, namun siswa-siswa beragama Kristen terpaksa mengikuti kelas agama Islam karena merupakan persyaratan kenaikan kelas dan kelulusan sekolah. Diskriminasi secara fisik tidak pernah terjadi, namun antara siswa beragama Islam dan Kristen terlihat perbedaan dalam perlakuan,” terang Nelson kepada LPMP.

Polemik kurikulum mata pelajaran agama di Kabupaten Aceh Singkil telah mendapat perhatian Jakarta. Menteri Pendidikan Anis Baswedan menelepon langsung Kepala Dinas Pendidikan Aceh Singkil H Yusfit Helmy. Selanjutnya, Minggu (27/3), Yusfit memanggil seluruh kepala sekolah.

Terhitung Senin (28/3), beberapa sekolah mengumumkan siswa beragama Kristen boleh meminta nilai ke gereja. Bahkan ada gereja yang ditunjuk membuat soal ujian sekolah untuk mata pelajaran agama Kristen. SMAN 1 Simpang Kanan, misalnya, menyerahkan pembuatan soal ujian pendidikan agama Kristen kepada guru-guru yang beragama Kristen.

Satu-satunya sekolah yang sudah mengajarkan pendidikan agama Kristen adalah SD Tuhtuhan. Menurut data terakhir, jumlah pemeluk agama Kristen di SD Tuhtuhan mencapai 99% dari total 260 siswa. (Ardhy Dinata Sitepu/T-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya