Headline

Ketegangan antara bupati dan rakyat jangan berlarut-larut.

Penerapan PPIA Terkendala Stigma (4)

Nat/T-2
12/2/2015 00:00
Penerapan PPIA Terkendala Stigma (4)
HIV-AIDS(Ilustrasi)
PENGANTAR: Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) kerap dianggap sebagai penyakit mematikan, menular, dan tidak dapat disembuhkan. Perkembangan teknologi medis telah memastikan penggunaan antiretroviral dapat menekan virus sehingga menekan peluang penularan dari orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Berikut penelusuran wartawan Metro TV dan Media Indonesia terhadap penanganan penderita HIV/AIDS. Ini merupakan laporan ke empat.

------------------------------------


"Do we want to kill them or save them? Because the easiest thing is to kill them." Begitu salah satu petikan kalimat yang disampaikan Menteri Kesehatan RI saat itu, dr Nafsiah Mboi dalam International Conference on AIDS 2014 di Australia. Apresiasi luar biasa mengalir dari para peserta pertemuan internasional yang digelar pada Juli 2014 tersebut.
 
Hanya saja, seorang perempuan pengidap HIV merasa didiskriminasi oleh RS Fatmawati. Pasalnya, dia mendapat pengalaman yang bertolak belakang dengan pemikiran Nafsiah Mboi, khususnya dalam merealisasikan keinginannya melahirkan anak ketiganya secara normal dan menyusui sang bayi. Padahal,  untuk merealisasikan keinginannya itu  sudah ada program Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA).
 
" Ibu Nafsiah mengatakan, sesuai dengan pedoman WHO (World Health Organization) yang terbaru, ibu positif HIV yang sehat dan secara pemeriksaan laboratorium memenuhi syarat, untuk memberikan ASI dan melahirkan secara normal itu sangat diperbolehkan, malah disarankan," kenangnya. Direktur Medis dan Perawatan (Director of Medical and Nursing) RSUP Fatmawati dr Lia G Partakusuma, SpK(K), MM, menjelaskan ada tiga faktor yang berperan dalam penentuan kelahiran bayi dari ibu pengidap HIV, yakni faktor ibu, bayi, dan obstetrik.

Kepala Klinik Wijaya Kusuma RS Fatmawati Endang Pudjiningsih menilai keinginan sang ibu untuk melahirkan lewat jalan lahir (normal) adalah hal yang sangat manusiawi. Tapi dia membenarkan pertimbangan dokter di bagian kebidanan yang memperhitungkan tingkat risiko. Apalagi, lanjut dia di Indonesia belum pernah ada keberhasilan kelahiran melalui jalan lahir dari seorang ibu pengidap HIV.

"Tidak ada dokter yang ingin hal buruk bagi pasiennya. Memang tetap ada risiko 2-4% kalau secara normal. Saya juga tidak menyarankan. Memangnya bisa dimasukkan lagi itu kalau bayi sudah lahir? Kami juga enggak mau dong punya pasien yang anaknya tertular HIV. Bagaimanapun, menurut aturan kesehatan. Kalau tidak, nanti dokter yang disalahkan," urainya.
Dokter di bagian kebidanan RS Fatmawati yang menangani sang ibu penderita HIV itu, dr Eva mengatakan, pihaknya telah mengambil tindakan terbaik setelah mempertimbangkan untung ruginya.

Berdasarkan penelitian dan patofisiologinya, kata Eva, tindakan itu diambil karena dinilai lebih aman. Dengan bedah caesar, risiko terjadinya transmisi lebih kecil dibandingkan persalinan pervaginam. "Jadi bukan mutlak-mutlakan. Kalau caesar bukan mutlak tak tertular, tapi lebih kecil karena proses kompresi di jalan lahir relatif lebih sedikit sehingga transmisi kepada bayi itu kecil," terangnya. (Bersambung)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya