Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
"SILAKAN tembak.. Kalau saya mati hari ini, kamu pasti habis karena saya sedang lakukan tugas bagi bangsa dan negara," ucap Komisaris Besar Krishna Murti kala sepucuk pistol ditodongkan Daeng Aziz, pentolan kawasan pelacuran Kalijodo.
"Kenapa kamu asal main tembak.. turunkan senjata kamu.. turunkan!" pekik Krishna yang kemudian langsung dituruti Aziz sembari mengatakan, "Jangan ambil senjata saya, Pak."
Krishna yang kini menjabat Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, masih mengingat jelas insiden yang terjadi pada pertengahan 2002 itu. Menurutnya, keributan di Kalijodo penuh dengan resiko dengan nyawa sebagai taruhan.
Kala itu Krishna masih menjabat Kepala Polsek Penjaringan kurun 2001-2004 dengan pangat Ajun Komisaris dan kemudian mendapat promosi menjadi Komisaris.
Alasan penodongan pistol ke arah kepala perwira Polri itu ternyata berlatar sepele. Aziz tidak terima dengan kematian Jalaludin, adiknya, yang tewas pascakeributan di Kalijodo dan kemudian berniat mencari siapa pelaku kejahatan tersebut.
Padahal saat itu Krishna dan delapan anak buahnya tengah melakukan penyelidikan guna memburu pelaku pembunuh Jalaludin. Namun, Aziz tidak peduli dan nekat menggunakan hukum rimba dengan melepaskan sejumlah tembakan sembari berteriak ke arah warga dan ratusan pengunjung di Kalijodo.
"Ingat ini negara hukum. Pelaku yang bunuh adik kamu tetap saya cari, tapi kamu jangan main hakim sendiri," sambung Krishna.
Krishna sengaja memberikan pernyataan tersebut karena merasa situasi sedang panas dan tidak mungkin menggunakan kekerasan. Maklum kala itu di sana terlihat 300 orang anak buah Aziz yang sudah bersiap dengan tombak dan panah.
"Bisa mati konyol kalau tetap saya ambil itu senjata dia. Besoknya kami kembali untuk tangkap pembunuhnya, dan Aziz juga saya tangkap atas kasus kepemilikan senjata api."
Sayangnya hukuman yang dijalani Aziz terbilang singkat. Meski hanya ditahan selama tiga bulan, namun Krishna mengaku tidak dendam. "Tidak apa-apa kok. Tidak boleh lah dendam karena ini kan negara hukum," ucap Krishna.
Ia menambahkan, persoalan di Kalijodo sejatinya sudah berlangsung sejak 40 tahun silam. Sebelum diberantas pada 2002, di sana berdiri tiga kekuatan, antara lain kelompok Bugis dengan pimpinan Aziz, serta kelompok Mandar, dan Banten.
Tiga kelompok itu menguasai arena perjudian yang diperkirakan bisa meraup keuntungan hingga miliaran rupiah per bulan. Besarnya perputaraan itulah yang kemudian memunculan kelompok-kelompok preman dan terkadang terjadi keributan.
"Penyebabnya karena mungkin dilapak judi lain terlihat ramai sedangkan lapak lain sepi. Ini yang menimbulkan gesekan dan cemburu. Akibatnya sering ada keributan, pembakaran rumah, lapak, dan bahkan pembunuhan," terang dia.
Alhasil, praktik perjudian pun berhasil diberantas setelah berulang kali Krishna melakukan pertempuran dengan para preman yang menguasai Kalijodo. Kala itu perjuangan Krishna mendapat dukungan dari Kapolda Metro Jaya Komjen (Purn) Makbul Padmanegara dan Gubernur DKI Sutiyoso. (X-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved