Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
PAKAR toksikologi kimia Universitas Indonesia Budiawan mengatakan peraturan terkait bahan kimia yang tertuang di Peraturan Pemerintah No 74/2001 tentang Bahan Beracun dan Berbahaya (B3), juga UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak gereget dan berjalan sendiri-sendiri di masing-masing intansi terkait. Menurutnya, perlu ada integrasi data agar bahan kimia bisa terkontrol dengan baik.
Selama ini, kata Budiawan, data pengawasan secara sektoral yang dilakukan beberapa instansi seperti Kementerian-kementerian terkait, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hanya berbicara masalah bahan kimia yang dianggap berbahaya. Namun, data mulai dari bahan kimia itu diproduksi atau didapat, didistribusikan, kemudian direproduksi tidak terintegrasi masing-masing instansi sehingga bisa terkontrol dengan baik.
Berkaca pada kasus kopi yang mengandung bahan kimia sianida yang menewaskan Mirna Salihin, rekam data alur bahan kimia tersebut begitu sulit dilacak lantaran tidak adanya integrasi data pengawasan.
"Lalu siapa yang bertanggung jawab (dari kasus kopi sianida Mirna)? (Kementerian) Perindustrian enggak juga, Perdagangan enggak juga. Itu semua bicara izin saja kan. Jadi tidak pada aspek me-manage risiko bahan kimia ini bisa diminimalkan resikonya dan juga bisa dioptimalkan nilai manfaatnya. Karena berbicara bahan kimia multifungsi bisa berbahaya, bisa juga dimanfaatkan," kata Budiawan.
Tidak hanya itu, menurutnya, pengawasan mulai dari produksi hingga reproduksi kembali, ia tidak yakin jika beberapa instansi yang menggunakan bahan kimia mempunyai data yang pasti kemana aliran bahan kia itu berbedar.
"Coba tanya di KLH (Kementerian Lingkungan Hidup) apakah sama dengan data di Kementerian Perindustrian? Tanya juga ke BPOM dan Kemenkes (Kementerian Kesehatan) punya enggak dia data itu,"
Untuk itu, ia menyarankan adanya Badan Khusus yang bertugas untuk melakukan pengawasan yang terintegrasi antara instansi terkait. Kemudiam badan khusus itu bukan berbicara pada aspek mengatur risiko bahan kimia saja, melainkan bisa dioptimalkan nilain manfaatnya.
"Chemical boarding itu bentuk badannya, di Amerika begitu, Eropa begitu. Kalau berbicara kementerian bisa Kementerian Perindustrian, bicara ekspor impor ya (Kementerian) Perdagangan, bicara kesehatan ya Kemenkes, bicara lingkungan ya KLH, kalau berbicara penyalahgunaan bisa Polri, dan sebagainya. Jadi banyak instansi yang bisa duduk bersama membuat kebijakan bahan kimia bisa terintegrasi kemana alurnya ada data yang jelas dan itulah data yang disebut chmical inventori data," jelasnya. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved