Headline
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
Kematian Wayan Mirna Salihin, 27, akibat racun sianida yang dilarutkan dalam segelas es kopi vietnam masih menyimpan misteri.
Siapa pelaku yang merencanakan pembunuhan tersebut?
JAWABAN atas pertanyaan itu kini menjadi pro-kontra.
Sebagian yakin dengan keputusan polisi yang menetapkan sahabat Mirna, Jessica Kumala Wongso, sebagai tersangka.
Akan tetapi, banyak juga yang meragukan itu.
Mereka berpendapat, biasanya pelaku yang memakai racun sebagai alat untuk membunuh akan mengambil jarak dengan korban.
Atau dengan kata lain pelaku tidak akan berada dekat korban saat racun bereaksi di tubuh korban.
Mantan Kepala Satuan Tugas Telik Sandi, JoB, yang banyak beraktivitas di bidang intelijen, menyatakan misteri kematian Mirna dapat diungkap dengan menghitung mundur rangkaian peristiwa yang terjadi dan menakar jumlah sianida yang masuk ke tubuh korban.
Hitungan mundur dimulai dari saat munculnya reaksi korban akibat racun sianida, yakni ketika Mirna kejang-kejang dan mulutnya mengeluarkan busa.
"Berapa lama durasi antara mulut korban mulai berbusa dan saat dia menyeruput es kopi vietnam?" papar JoB.
Apabila sianida tertelan dalam jumlah besar, nyawa korban akan melayang dalam waktu paling lama 20 menit.
Berdasarkan rekonstruksi di Kafe Olivier pada 11 Januari 2016, Mirna dan Hanie tiba di kafe pukul 16.20 WIB.
Jessica, Mirna, dan Hanie berpelukan. Mereka kemudian duduk di sofa.
Es kopi vietnam yang sudah terhidang diminum Mirna sekitar pukul 16.30 WIB, dan kurang dari 10 menit kemudian Mirna kejang-kejang.
Mulutnya mulai berbusa.
"Durasi munculnya respons tubuh korban akibat racun sianida tergolong singkat. Hal itu bisa terjadi karena jumlah sianida yang tertelan cukup banyak," papar JoB.
Menurut hasil laboratorium forensik Polri, kandungan sianida dalam es kopi vietnam yang diminum Mirna sebanyak 15 gram per liter.
"Itu jumlah yang besar," lanjutnya.
Berdasarkan durasi dan jumlah sianida yang larut dalam es kopi vietnam, menurut JoB, korban mengonsumsi sianida secara tidak sadar.
Sianida seberat 15 gram per liter akan membuat tubuh manusia kejang-kejang, berbusa, dan muntah-muntah dalam waktu kurang dari 10 menit.
"Ini sekaligus mematahkan dugaan yang mengatakan bahwa Mirna telah diracuni dengan sianida sebelum tiba di Kafe Oliver," lanjutnya untuk menyanggah pernyataan yang menyebutkan Mirna dan Hanie sempat minum kopi di tempat lain sebelum bertemu Jessica.
Dengan singkatnya waktu antara minum kopi vietnam dan reaksinya pada Mirna, JoB meyakini pelaku berada di Kafe Olivier pada saat kejadian.
"Pelaku sulit menjauh dari Kafe Olivier dengan durasi sesingkat itu dan suasana pengunjung kafe seperti itu," cetusnya.
Menurut JoB, misteri kematian Mirna berbeda dengan kasus aktivis HAM Munir Said Thalib.
Meski Mirna dan Munir sama-sama tewas akibat racun berbahaya, jumlah kandungan bahan kimia yang dipakai berbeda jauh.
Pada kasus kematian Munir, pelaku seorang profesional yang mempersiapkan rentang waktu panjang pascakorban menelan arsenik.
Pelaku menaruh arsenik dalam jumlah kecil, tetapi tetap berkeyakinan dapat membunuh korban.
Pelaku mengambil langkah itu untuk mendapatkan durasi panjang sebelum korban menunjukkan reaksi kesakitan.
Seperti diketahui, pesawat Garuda GA 974 yang ditumpangi Munir ke Amsterdam, Belanda, transit di Bandara Changi, Singapura, pukul 00.40 waktu setempat.
Pada pukul 01.50 waktu Singapura, GA 974 lepas landas menuju Amsterdam.
Tiga jam setelah lepas landas, pramugari melapor ke pilot tentang kondisi seorang penumpang, yakni Munir, yang mengeluh sakit.
Menurut hasil autopsi tim forensik Belanda, sebanyak 82,2 miligram arsenik tertinggal di dalam lambung Munir.
Sebagian sudah keluar dari tubuh Munir saat muntah.
"Durasi yang panjang itu dipakai pelaku untuk melarikan diri. Dia mempunyai waktu yang cukup panjang untuk menjauh dari korban. Dalam kasus Mirna, itu tidak terjadi karena pelaku memasukkan sianida dalam jumlah besar," terangnya.
Atas argumentasi tersebut, JoB berpendapat, hanya ada tiga terduga pelaku, yaitu pembuat kopi, Hanie, dan Jessica.
Sang pembuat kopi, yakni karyawan Kafe Olivier, tentu tidak mempunyai kepentingan terhadap Mirna.
"Apa keuntungan bagi dia dengan kematian Mirna? Menurut saya tidak ada."
Jessica atau Hanie
Kalaupun si pembuat kopi mendapat upah dari orang lain untuk menaruh sianida ke dalam es kopi vietnam, JoB tetap saja menilainya bukan pembunuh profesional.
Seorang pelaku pembunuhan yang tidak profesional akan mengaku setelah diperiksa penyidik berjam-jam dan berkali-kali.
Pembunuh yang tidak profesional akan memberikan keterangan berbelit-belit.
Secara tidak sadar akan membuka celah perbuatan karena memang dia tidak siap menghadapi pertanyaan-pertanyaan penyidik.
"Pembuat kopi bukan pembunuh Mirna. Kini terduga tinggal Hanie dan Jessica," jelasnya.
Untuk dapat mengetahui apakah Hanie atau Jessica yang membunuh Mirna, antara lain bisa dilihat dari respons mereka saat korban tiba-tiba kejang-kejang.
Secara psikologis, kedua sahabat korban akan menunjukkan rasa keterkejutan dan panik saat melihat teman mereka kejang-kejang.
Respons seperti itu sangat wajar karena mereka tidak menyangka salah satu teman mereka akan kejang-kejang.
Berbeda kalau sudah mengetahui korban akan kejang-kejang, tentu akan terlihat tenang.
Kalaupun panik, akan terlihat sikap kepanikan yang berpura-pura.
"Penyidik bisa melihat respons kepanikan Hanie dan Jessica di CCTV," tegas JoB.
Hal lain yang perlu diperhatikan, menurutnya, ialah sedotan yang dipakai korban menyeruput es kopi vietnam.
Kafe berkelas seperti Olivier selalu memberikan sedotan dalam kondisi tersegel kertas atau plastik dan terbungkus rapat.
"Itu sudah menjadi etika di setiap kafe atau rumah makan bonafide. Apalagi Kafe Olivier berada di Mal Grand Indonesia."
Penyidik bisa melihat di CCTV atau menanyai Hanie dan Jessica, bagaimana kondisi sedotan sebelum Mirna memakainya menyeruput es kopi vietnam.
Apakah segel sedotan itu sudah terbuka?
Apakah sedotan sudah ada di dalam gelas kopi?
Jika segel sedotan sudah terbuka atau sedotan sudah di dalam gelas saat Mirna tiba, kata JoB, itu berarti sedotan sudah dipakai oleh seseorang untuk mengaduk sianida agar larut di es kopi vietnam.
Berbeda dengan JoB, anggota Komnas HAM Siane Indriyani memasukkan kasus pembunuhan Mirna sebagai kejadian luar biasa.
Indikatornya, pembunuhan terencana rapi, alat yang digunakan bubuk mematikan yang biasa digunakan dalam operasi intelijen.
"Polisi harus membuka segala kemungkinan terkait motif peristiwa. Sianida bukan racun biasa dan menyiratkan bukan kasus biasa, dan pelakunya pun bukan orang biasa. Terbuka adanya konspirasi yang mengorbankan orang lain. Ada indiskasi kejahatan intelijen," jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan, sejak awal polisi harus membuka adannya kemungkinan keterlibatan orang lain.
Penyelidikan latar belakang berbagai pihak di sekitar Jessica, Hanie, Mirna, termasuk rekan korban, Vera, yang batal datang sore itu.
"Kalau kejahatan tingkat tinggi seperti ini bisa jadi pelaku tidak ada di tempat kejadian. Periksa semua CCTV di sana selain Kafe Olivier. Periksa kembali aktivitas mereka semuanya termasuk Arief Soemarko, suami Mirna, sesudah dan sebelum kejadian karena sebelum kejadian, Mirna dan Arief sempat menjemput Jessica untuk makan di restoran di Kelapa Gading," tegas Siane. (Sru/Ard/T-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved