Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Bisnis Ginjal Terbongkar

Budi Ernanto
28/1/2016 04:45
Bisnis Ginjal Terbongkar
Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Umar Surya Fana menunjukkan gambar organ tubuh manusia yang diperdagangkan sindikat penjualan organ tubuh saat Rilis di Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (27/1).(ANTARA/Reno Esnir)

PENYIDIK Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal Polri dan jajaran Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jabar menangkap tiga anggota sindikat penjualan ginjal.

Mereka ialah Yana Priatna alias Amang, Dedi Supriadi bin Oman Rahman, dan Kwok Herry Susanto alias Herry.

Polisi juga mengindikasikan permintaan organ tubuh itu datang dari rumah sakit.

Sejauh ini sudah 15 orang yang menjadi korban (donor). Kepada mereka, tersangka menawarkan harga jual ginjal berkisar Rp80 juta-Rp90 juta.

"Padahal penerima ginjal harus menyetor Rp225 juta yang diawali uang muka sebesar Rp10 juta-Rp15 juta. Entah siapa dari rumah sakit yang berkomunikasi dengan Herry. Kemudian ia mengontak Dedi dan Amang untuk merekrut donor," jelas Kasubdit III Dittipidum Bareskrim Polri Kombes Umar Surya Fana, di Jakarta kemarin.

Menurutnya, Amang dan Dedi berperan mencari orang-orang yang mau mendonorkan ginjal mereka.

Kemudian, calon korban dipertemukan ke Herry yang mengajak mereka ke rumah sakit untuk tes kesehatan, seperti pencocokan darah, cek jantung, dan paru-paru.

Para donor, lanjut Umar, seharusnya mendapat perawatan kurang lebih 3 bulan pascapengambilan ginjal mereka sehingga uang yang didapat dari menjual ginjal tidak cukup.

Umar menegaskan ada dugaan pihak rumah sakit melakukan malapraktik karena tidak menerapkan prosedur operasi standar (standard operating procedure/SOP) saat donor mengajukan ginjalnya.

Salah satu SOP yang tidak dilakukan rumah sakit yaitu meloloskan donor tanpa melalui wawancara.

Menurut Umar, korban yang berasal dari kota-kota di Jabar, antara lain Bandung dan Garut, merupakan pekerja kasar dan tidak bisa mendonorkan ginjal mereka.

"Ada komunikasi intens antara pelaku dan rumah sakit. Isinya menunggu hasil dari Puslabfor Polri."

Dalam kasus itu, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (2) UU 21/2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Dalam pasal tersebut, pelaku yang melakukan eksploitasi orang, dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp600 juta.

Tidak boleh komersial

Di sisi lain, saat dihubungi secara terpisah, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menegaskan, proses transplantasi ginjal, tidak boleh untuk tujuan komersial.

Hal itu sesuai dengan Pasal 64 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

"Dokter atau tenaga medis yang terlibat dengan praktik transplantasi ginjal ilegal akan mendapat sanksi tegas dari KKI, disidang di MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia), dan diproses secara pidana oleh pihak berwajib," sebut Ketua Umum KKI Bambang Supriyatno.

Menurut Bambang, proses sidang di MKDKI memakan waktu 6-12 bulan. Selain itu, praktik transplantasi organ ilegal termasuk pelanggaran berat. Bila terbukti, yang bersangkutan bisa dicabut surat tanda registrasinya, sehingga tidak lagi bisa mengajukan surat izin praktik.

Namun, lanjut Bambang, umumnya dokter tidak terlibat dalam proses transplantasi ilegal.

"Kadang donor mengaku sebagai keluarga. Kan, tidak mungkin dokter mengecek apakah dia kerabat atau tidak? Kebanyakan mereka hanya melakukan proses seleksi medis."

(Tlc/X-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya