Komunitas Indonesia.id Gelar Flash Mob Cokekan di Kota Tua

Mediaindonesia.com
18/8/2019 09:20
Komunitas Indonesia.id Gelar Flash Mob Cokekan di Kota Tua
Falshmob Tari Cokek(Dok Indonesia.id)

KOMUNITAS Indonesia.id, dalam upaya merawat keberagaman budaya Indonesia, mengajak warga untuk bergabung menari bersama dalam Flash Mob Jakarta Cokekan yang untuk pertama kalinya digelar pada Minggu (18/8) pukul 07.00–09.00, di pelataran Musium Fatahillah, Kota Tua Jakarta.

Selanjutnya Flash Mob akan bergulir di berbagai daerah. Gerakan masyarakat ini sebagai bentuk kepedulian akan kelangsungan nilai-nilai kebhinekaan di negeri tercinta Indonesia.

"Tarian tradisional tidak sekedar tentang teknik menari, tapi juga mengandung kultur dan budaya yang sarat akan nilai-nilai keindahan dan kemuliaan tentang kehidupan. Wujud dari mencintai Indonesia adalah dengan ikut melestarikan kebudayaannya, salah satunya melalui tari tradisional Indonesia," ungkap komunitas Indonesia.id dalam keterangan resmi yang diterima Media Indonesia, Minggu (18/8).

Indonesia,.id menginginkan adanya revitalisasi nilai-nilai kesenian Tari Cokek, karena sejatinya Tari Cokek memiliki nilai-nilai luhur mengenai hidup bermasyarakat.

"Tarian Cokek memberi energi yang positif untuk kita agar senantiasa mawas diri dan berbuat sesuatu yang bermanfaat. Gerakan masyarakat melalui Flash Mob Jakarta Cokekan merupakan solidaritas dalam menjaga identitas bangsa Indonesia dan itu merupakan cerminan kekuatan masyarakat dan negara untuk menangkal gerakan anti-Kebhinekaan," tegas komunitas itu

Baca juga: Minggu Pagi, Udara Jakarta tidak Sehat bagi Kelompok Sensi

 

Tari cokek, imbuh komunitas Indonesia.id, merupakan perpaduan antara unsur tari tradisional Tiongkok, Sunda-Betawi, dan pencak silat dengan diiringi musik Gambang Kromong.

Perpaduan pakem tersebut menghasilkan rangkaian koreografi tarian yang harmonis dan luwes. Gerakan tangan yang gemulai setinggi bahu dan pinggul yang bergoyang membuat para penari Cokek terlihat begitu indah dan mempesona.

Sejarah Tari Cokek bermula pada abad ke-19 dan dibawa seorang pedagang dari Tiongkok yang mendapat alkulturasi budaya setempat.

Seorang tuan tanah keturunan Tionghoa, bernama Tan Sio Kek yang kerap mengadakan pesta di rumahnya menyuguhkan permainan musik khas Tiongkok dengan instrumen rebab dua dawai yang dipadukan dengan alat musik tradisional Betawi, seperti suling, gong, dan kendang.

Dari permainan musik ini, para tamu yang datang ikut menari mengikuti irama dari tetabuhan yang dimainkan, sehingga lambat laun terciptalah tarian yang bernama Cokek ini.

Jadi tarian ini lahir dari akulturasi budaya Tionghoa dan budaya Betawi. Kata Cokek sendiri berasal dari Cukin (dalam bahasa Cina) yang artinya selendang. Sebelum terkenal dengan sebutan Tari Cokek, tarian ini lebih dahulu dikenal dengan sebutan Tari Sipatmo yang ditampilkan pada upacara adat di klenteng atau wihara.

Salah satu gerakan yang terlihat menjadi ciri utama tarian Cokek adalah gerakan maju mundur, memutar, berjinjit, menggelengkan kepala, serta memainkan kelentikan kedua tangan hingga berputar-putar seirama dengan alunan musik gambang kromong yang terdiri dari instrumen alat musik gambang, kromong, suling, gong, gendang, kecrek, dan sukong, tehyan, atau kongahyan.

Tari Cokek memiliki makna bahwa dalam hidup bermasyarakat kita harus selalu menjaga hati yang bersih.

Contohnya gerakan tari dengan tangan ke atas memberi makna kita hanya bisa memohon kepada Tuhan Maha Kuasa; gerakan tangan yang menunjuk mata menjadi simbol bahwa kita sepatutnya menjaga mata kita dari hal-hal yang tidak baik. Gerakan tangan menunjuk kening, menandakan kita harus selalu berpikiran baik; gerakan tangan menutup mulut, menandakan kita harus selalu berkata baik dan begitu seterusnya.

Hingga saat ini Tari Cokek masih kerap dipentaskan baik dalam acara-acara budaya maupun dalam acara kemasyarakatan Betawi. (RO/OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya