Headline

Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.

MRT, LRT, dan Dilema Subsidi

MI
18/3/2019 09:20
MRT, LRT, dan Dilema Subsidi
(ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

WARGA Ibu Kota sebentar lagi dapat menggunakan angkutan massal, yaknimass rapid transit atau moda raya terpadu (MRT).

Meskipun belum resmi, melalui uji coba penggunaan yang dimulai sejak 12Maret 2019, warga Jakarta pun sudah mulai dapat mencicipi perjalanan dengan angkutan massal yang telah dinanti selama hampir 34 tahun.

Bukan hanya MRT, warga Jakarta pun tidak lama lagi dapat pula segera menggunakan fasilitas angkutan umum sejenis yang tidak kalah modern, yakni light rapid transit.

Tidak mengherankan bila antusiasme warga menyambut MRT dan LRTdilaporkan sangat tinggi. Dalam beberapa hari terakhir uji coba, ribuanwarga rela mengantre untuk dapat menjajal fasilitas transportasiyang disebut tidak kalah bagusnya dari MRT di negara-negara maju, sepertiSingapura dan bahkan Jepang.

Di tengah antusiasme warga menyambut fasilitas transportasi baru itu, adapersoalan yang belum disepakati solusinya, menjelang peresmian yangdirencanakan dilakukan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo. Hal itu terkait dengan besaran subsidi yang jugamenentukan tarif dari kedua moda transportasi tersebut.

Memang, Pemprov DKI Jakarta sudah mengusulkan Rp10 ribu untuk tarif MRTdan Rp6.000 untuk LRT. Namun, usulan tarif yang diperkirakan terjangkau bagi warga tersebut, hingga kemarin, belum disetujui DPRD DKI Jakarta. Pasalnya, dengan tarif sebesar itu, subsidi yang harusdigelontorkan Pemprov DKI dinilai terlalu besar. Dengan usulan formulasitarif tersebut, maka dibutuhkan subsidi untuk MRT Rp21.659 untuk setiappenumpang dan untuk LRT Rp31.659 per penumpang.

Dengan besaran tarif dan subsidi MRT dan LRT tersebut, pemerintah DKIharus menyiapkan total subsidi per tahun untuk MRT sebesar Rp572 miliardan LRT sebesar Rp327 miliar.

Yang kemudian menjadi wacana, perdebatan sekaligus juga dilema ialah,pertama, tarif MRT dan LRT diharapkan terjangkau oleh pengguna jasa,yakni masyarakat. Dengan ekspektasi agar tarif terjangkau, maka subsidisuka tidak suka menjadi meningkat besarannya. Jika besaran subsididikurangi, tarif otomatis akan naik dan ia dikhawatirkan tidakterjangkau oleh kebanyakan pengguna jasa.

Baca Juga: Penumpang MRT-LRT Dapat Subsidi

Kedua, mengingat subsidi dibiayai Pemprov DKI Jakarta melaluianggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) muncul pertanyaan, apakahAPBD mampu terus-menerus menanggung subsidi itu? Apakah pula subsiditepat sasaran, mengingat pengguna jasa bukan semuanya warga DKI.

Dilema-dilema itulah yang membuat kesepakatan mengenai tarif dan subsidiMRT dan LRT belum dapat dicapai. Hari-hari mendatang ini kita menunggu Pemprov dan DPRD DKI Jakarta mencari jalan dan kesepakatanuntuk mengakhiri dilema-dilema di seputar tarif dan subsidi MRT dan LRT. Tanpa pemberian subsidi, maka penumpang MRT dan LRT harus membayarsesuai denga tarif keekonomian per penumpang yang disebutkan untuk MRT sebesarRp31.659 dan LRT Rp41.655.

Mampukah kebanyakan warga DKI Jakartamenjangkau tarif sebesar itu? Rasanya tidak. Karena itu, subsidi menjadi keniscayaan. Kita mengharapkan Pemprov dan DPRD DKI Jakarta mengakhiri dilema denganmenetapkan dan menyepakati besaran tarif dan subsidi yang tepat bagisemua pihak. Setelah itu, kita berharap beroperasinya MRT dan LRT, dapat segeramengubah budaya bertransportasi warga Jakarta dari individual menjadimassal.

Paralel dengan hal itu, diharapkan kepedulian, kedisiplinan,ketertiban, dan kesadaran warga DKI dalam bertransportasi jugameningkat. Artinya, hadirnya MRT dan LRT akan benar-benar menghadirkan peradaban baru. Semoga.


 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : PKL
Berita Lainnya