Headline
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
DPR klaim proses penjaringan calon tunggal hakim MK usulan dewan dilakukan transparan.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Teguh Hendrawan tidak setuju dengan rencana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menyerahkan pengelolaan dana tipe III dan tipe IV kepada organisasi kemasyarakatan (ormas). Teguh mencemaskan kemampuan ormas untuk melaksanakan proyek-proyek yang diberikan pemprov.
Menurut Teguh, proyek serta pengadaan tentang tata kelola air yang menjadi kewenangannya cukup rumit serta membutuhkan keterampilan khusus.
"Ya, saya pikir bagaimana keterampilan masyarakatnya? Itu sebetulnya yang harus dipikirkan. Apakah mereka mampu? Kebanyakan pekerjaan kita itu teknis sekali dan tidak semua orang bisa," kata Teguh di Balai Kota, kemarin.
Salah dalam perhitungan pembangunan tanggul sungai saja, Teguh menegaskan, risikonya bisa fatal. Ia pun menilai di dinasnya kebijakan swakelola tipe 3 maupun tipe 4 belum bisa dilakukan.
Selain mengkhawatirkan kualitas teknis, Teguh juga mengkhawatirkan segi akuntabilitas. Ia khawatir dana yang diberikan kepada masyarakat maupun kelompok komunitas tertentu tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. "Menurut saya riskan," ujarnya.
Ia pun mengungkapkan hingga saat ini dalam mengerjakan proyek tanggul, waduk, maupun saluran air selalu melihat dari kebutuhan masyarakat. Selain itu, pihaknya memiliki cukup banyak pekerja harian lepas (PHL) yang mampu melakukan pekerjaan tata air.
Teguh mengatakan Dinas SDA memiliki petugas 8.000 orang. Mereka, kata Teguh, memiliki keterampilan yang cukup. "Tidak main-main saya merekrutnya. Harus teliti betul lihat pendidikan dan kemampuan masing-masing. Kalau masyarakat, bagaimana kalau mereka tidak mampu lalu malah bocor, cepat rusak, dan sebagainya," tegas Teguh.
Sebelumnya, Anies mengatakan akan menjalankan aturan yang tertuang dalam Perpres No 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa di antaranya tentang sistem swakelola tipe 3 dan tipe 4. Untuk mengakomodasi penggunaan dua tipe swakelola itu, pihaknya akan menerbitkan peraturan gubernur untuk petunjuk teknis pelaksanaan aturan itu.
"Nanti harus ada aturannya, harus dibuatkan. Nah di situlah kemudian kenapa diperlukan nanti akan ada pergub yang mengatur detailnya dan sekarang sedang dalam proses," kata Anies, Rabu (13/2).
Jerumuskan masyarakat
Seperti halnya Teguh, anggota DPRD DKI Jakarta dari Komisi A Gembong Warsono, menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus berhati-hati dalam menyertakan masyarakat untuk mengelola dana tipe III dan tipe IV. Meskipun langkah itu mengacu pada Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa, masyarakat dinilai tidak memahami seluk-beluk pengadaan barang/jasa.
Jika swakelola dana tipe III dan tipe IV dipaksakan, masyarakat dikhawatirkan justru berpotensi terlibat masalah hukum karena masalah akuntabilitas.
"Makanya saya sampaikan, jangan karena keinginan untuk melibatkan masyarakat akhirnya menjerumuskan masyarakat dalam proses hukum. APBD kan ada konsekuensi hukumnya. Kalau itu tidak dikelola dengan baik, ada penyimpangan, ada konsekuensi hukum yang ditanggung masyarakat," kata anggota DPRD DKI Jakarta dari Komisi A Gembong Warsono, kemarin.
Ia menilai meski disetujui presiden, pihaknya tetap menilai swaske-lola yang menyerahkan sepenuhnya pelaksanaan proyek kepada masyarakat memiliki risiko tinggi. "Ini niat baik, mau melibatkan masyarakat. Cuma niat yang baik ini kan perlu ada cermat dalam pengelolaan APBD," ujarnya.
Politikus PDIP itu pun menilai keterlibatan masyarakat selama ini sebetulnya telah diikutsertakan dalam berbagai kegiatan. Ia mencontohkan proses Masyarakat Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang dilakukan tiap tahun. Program tersebut dibentuk guna melibatkan masyarakat. (J-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved