Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
PEMERINTAH Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berupaya terus memperbaiki pencatatan aset-aset yang berpotensi terus bertamba setiap tahun akibat dari kewajiban pengembang.
Upaya ini dilakukan untuk memperbaiki dan memperbarui pencatatan aset serta mempersiapkan laporan keuangan tahun anggaran 2018 yang akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mulai Maret mendatang.
Kepala Inspektorat DKI Jakarta Michael Rolandi mengatakan pencatatan aset memang dapat menjadi titik lemah dalam laporan keuangan. Total nilai aset yang tercatat pada tahun lalu mencapai Rp500 triliun.
"Terakhir aset kita tercatat Rp500 triliun. Saya lupa angka detailnya tapi di sekitar itu. Kita juga kejar pencatatan yang lain seperti aset fasilitas umum (Fasum) dan fasilitas sosial (fasos)," terangnya di Balai Kota, Senin (4/2).
Dalam pencatatan aset fasos dan fasum, Pemprov DKI Jakarta kerap mengalami kendala. Salah satunya disebabkan yakni ketidaktaatan pengembang dalam menyediakan fasos serta fasum.
Pengembang yang memiliki Surat Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah (SIPPT) dengan luas tanah yang dikelola lebih dari 5.000 meter persegi memang memiliki kewajiban untuk menyediakan fasos maupun fasum. Namun, kerap kali pengembang belum melakukan kewajiban tersebut.
"Kalau ada yang belum ya kami tagih dan di dalam laporan kepada BPK nanti kami jelaskan kronologinya," kata Michael.
Baca juga: Ditinggal Sandi, Anies Optimistis Tetap Dapat WTP
Ia juga menjelaskan kendala pencatatan aset fasos dan fasum lainnya yakni ketidaktaatan nasib pengembang. Ia mencontohkan aset fasos dan fasum yang disediakan oleh pengembang perumahan.
Kerap kali ditemui perusahaan pengembang sudah tutup atau bubar sebelum menyerahkan aset tersebut.
"Kalau demikian nanti ada Majelis Penetapan Status Aset. Kami minta mereka menetapkan seperti apa asetnya nanti. Karena kasihan juga kepada masyarakat pemilik rumah di perumahan tersebut. Kalau jalan atau saluran rusak, ada banjir atau lainnya mereka bingung mau mengadu kemana. Kalau mau kami perbaiki tapi kami tidak bisa karena belum jelas asetnya milik siapa," tukasnya.
Meski menemui banyak kendala dalam pencatatan aset, Michael optimistis pihaknya akan bisa memenuhi target penyerahan laporan keuangan tahun anggaran 2018 kepada BPK pada 15 Maret nanti.
Pemprov DKI Jakarta juga menargetkan kembali mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK untuk laporan keuangan tahun anggaran 2018. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved