Penerbuitan SIM bagi Penyadang Disabilitas masih Terkendala
Indriyani Astuti
01/10/2015 00:00
( FOTO ANTARA/Zabur Karuru)
Penyandang disabilitas masih kesulitan mendapatkan surat izin mengemudi (SIM) di kepolisian. Pasalnya Hal itu menjadi salah satu alasan digugatnya Undang-Undang Nomor 2/2002 Kepolisian [Pasal 15 Ayat (2) Huruf b dan c serta Unddang- Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri Sam Budigusdian dalam memberikan keterangannya selaku pihak terkait menjelaskan alasan kaum disabilitas masih terkendala dalam mendapatkan SIM D. Dia mengakui sudah ada ketentuan yang memungkinkan kaum disabilitas mendapatkan SIM jenis D sebagaimana pasal 80 huruf e Undang- Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bahkan hingga saat ini, Polri sudah menerbitkan 1.441 SIM bagi penyadang disabilitas.
Namun yang masih jadi kendala., hingga saat ini belum ada pembedaan persyaratan dan pengujian antara SIM D dengan SIM lainnya. Artinya, berlaku persyaratan serta ketentuan umum bagi penyandang disabilitas pada saat membuat SIM. Sebab Polri beralasan kendaraan bagi kaum disabilitas juga dioperasikan di jalan umum.
“Kecuali dalam hal negara menyiapkan jalan khusus, maka persyaratan tersebut dapat dievaluasi,†ujarnya di depan majelis hakim dalam sidang pengujian Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi, hari ini.
Dia menambahkan, Polri belum mampu menyiapkan sarana praktik bagi penyandang cacat dikarenakan kemampuan anggaran negara masih terbatas.
“Sehingga prioritas diutamakan pada sarana ujian SIM secara umum,†imbuhnya.
Apabila penyandang disablitas ingin mendapatkan SIM D, maka disyaratkan ada surat keterangan tertulis secara medis. Ini bertujuan untuk memastikan penguna kendaraan bermotor tidak memiliki kesulitan yang menghambatnya dalam mengemudi serta menghindari potensi kecelakaan.
Dalam kesempatan yang sama Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada Rimawan Pradiptyo selaku ahli dari pemohon mengatakan tupoksi utama institusi Polri adalah penegakan hukum dan penanggulangan kejahatan. Sementara, kewenangan dalam menerbitkan SIM dan meregistrasi nomor kendaraan disebaiknya dialihkan kepada instansi lain seperti Kementerian Perhubungan.
Pengujian undang-undang ini dimohonkan oleh sejumlah warga negara perseorangan yaitu Allusa Q Munawaroh, Hari Kurniawan, Malang Corruption Wacth, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah diwakili Dahni Anzhar.
Pemohon berasalan tugas kepolisian di bidang penegakan hukum, perlindungan, pelayanan masyarakat dan pembimbingan. Kewenangan adminitrasi menerbitkan SIM dan registrasi kendaraan jauh dari tugas utama kepolisian.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat memberikan padangan bahwa penegakan hukum terhadap perlaku kriminal terungkap berkat keterpaduan proses administrasi nomor kendaraan yang dikeluarkan oleh polri dan penegakan hukum yang dilakukan polri.
Pada sidang yang sama, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati mempertanyakan keseriusan pemohon mengajukan permohonan pengujian undang-undang. Setelah dicermati dia menduga ada pemalsuan tanda tangan kuasa hukum oleh pemohon karena ada perbedaan dalam berkas permohonan dengan yang disampaikan pada saat perbaikan berkas.
Ketua Majelis Arief Hidayat menminta institusi kepolisian untuk memeriksa secara forensik keaslian tanda tangan tersebut. Apabila terbukti ada pemalsuan, majelis memutuskan menghentikan dan permohonan tersebut gugur. (Q-1)