Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
PENGGEMAR ikan cupang belum surut. Sudah sangat dikenal anak-anak dan remaja sejak 2015, sampai tiga tahun kemudian, ikan bertubuh kecil ini masih banyak disukai orang.
Terbukti, di Gerai Cupang Kewirausahaan Terpadu, puluhan rak berisi ratusan akuarium kecil tidak pernah kosong. Gelembung udara pun terus berderak tidak pernah berhenti.
Saat mulai dikenal, cupang disukai anak-anak untuk sekadar diadu. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, keindahan ikan ini juga membuatnya dipilih sebagai ikan hias. Berbagai perlombaan cupang hias pun makin menguatkan bahwa penggemar ikan ini sudah sangat luas.
“Kami tidak hanya menjual ikan cupang di gedung ini saja. Para pembudi daya juga melayani pesanan dari berbagai negara di lima benua,” tutur Asep Syarifuddin, 56, pengurus Paguyuban Budi Daya Ikan Hias di Slipi itu, akhir pekan lalu.
Gerai Cupang berada di Sentra Promosi dan Pemasaran Ikan Hias Slipi, Palmerah, Jakarta Barat. Diresmikan pada September lalu, gerai ini menampung para pembudi daya ikan cupang di seantero Jakarta.
“Sudah ada 85 pengusaha ikan cupang binaan kami yang bergabung dalam gerai ini. Hampir semuanya merupakan pengekspor ikan cupang dengan tujuan ke sejumlah negara di lima benua,” ungkap Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta Darjamuni.
Saat meresmikan Gerai Cupang, Plh Wali Kota Jakarta Barat M Zen mengakui keberadaan gerai itu untuk lebih mempromosikan budi daya dan penjualan ikan cupang. “Agar lebih maju dan berkembang pesat.”
Di Jakarta, para pembudi daya cupang bergabung dalam empat kelompok budi daya, yakni Kelompok Harum, Kecapi, Kobapi Jaya, dan Kota Bambu Bersama. Keempatnya bergabung dalam Gerai Cupang untuk menjual hasil budi daya mereka.
Asep Syarifuddin mengakui mendapat banyak berkah dengan menggeluti budi daya ikan cupang. “Setiap tahun, saya bisa mengantongi hasil hingga Rp30 juta. Yang terbesar tentu saja hasil dari mengekspor cupang ke beberapa negara,” lanjutnya.
Kisah sukses para pembudi daya cupang juga membuat Zainal, seorang pemuda, bertandang ke Slipi. “Saya ingin membudidayakan cupang. Dari yang sudah saya pelajari, selain caranya mudah, hasilnya juga bisa menjadi penopang hidup,” tuturnya.
Di Jakarta, para pembudi daya cupang tidak hanya mampu membiakkan ikan peliharaannya. Seperti yang dilakukan Asep, ia melakukan sejumlah perkawinan silang berbagai jenis cupang sehingga menghasilkan jenis baru yang berwarna dan corak indah.
“Dengan melakukan rekayasa, saya berhasil membidani lahirnya cupang jenis baru yang kemudian dikenal dengan nama half moon. Teman-teman yang lain juga menghasilkan crown tail atau serit, plakat giant, dan double tail,” papar Asep.
Soal cupang jenis baru hasil kepintaran para pembudi daya, Kepala Dinas Kelautan Darjamuni mengaku memiliki pengalaman tidak mengenakkan. “Kita sering kecolongan. Setelah cupang kita ekspor, pedagang di Singapura mematenkan jenis baru itu. Mereka yang mendapat untung besar.” (*/J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved