PADA awal Oktober lalu, DPRD DKI Jakarta mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perpasaran. Perda tersebut mewajibkan pengelola pusat perbelanjaan dan mal mengalokasikan 20% area pusat perbelanjaan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) secara gratis.
Perda tersebut sebelumnya juga telah terangkum pada Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta dan bertujuan mengantisipasi persaingan para pelaku usaha, baik pengusaha mikro, kecil, hingga kelas atas.
Namun, para pengelola pusat perbelanjaan menyatakan pemberlakuan perda itu bukan hanya merepotkan, melainkan juga memberatkan mereka. Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan (APPB) Stefanus Ridwan mengatakan perda itu akan berdampak pada bisnis dari pusat perbelanjaan secara menyeluruh. Pengelola mal atau tenant lain tidak mungkin menanggung biaya sewa yang digratiskan untuk UMKM.
“Siapa yang menanggung biayanya? Contohnya yang nanggung itu apakah penyewa lainnya, tenant kan enggak mungkin. Jadi, akhirnya yang kena siapa, pengusaha yang kecil-kecil juga yang kena. Ada ketidakadilan di situ dong,” tuturnya saat dihubungi Media Indonesia kemarin.
Stefanus mengakui perda sebelumnya, yakni Perda Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perpasaran Swasta, tidak berjalan selama 16 tahun ini. “Selama 16 tahun enggak jalan. Enggak mungkin dong dilakukan. Bisa tutup semua malnya,” katanya.
Stefanus juga mempertanyakan efektivitas aturan itu. Belum tentu UMKM yang difasilitasi bisa bertahan dalam jangka panjang di pusat perbelanjaan tersebut. Belum juga alokasi 20% tersebut bisa seluruhnya terisi oleh UMKM. Menurutnya, akan lebih tepat jika UMKM difasilitasi melalui pameran secara berkala, misalnya empat kali dalam setahun.
“Kita mau bantu UMKM, tapi jangan penyerahan 20% (digratiskan),” tegas Stefanus.
Ada Sanksi
Saat menanggapi keberatan pengelola pusat perbelanjaan dan mal, anggota Komisi Bidang Perekonomian DPRD DKI Jakarta Prabowo Soenirman berharap para pengelola mal bisa menaati aturan tersebut. Lebih lanjut, Pemprov DKI akan menerbitkan peraturan gubernur yang mengatur detail dari kemitraan antara UMKM dan pengelola mal. “Ada sanksi kalau nanti enggak dilaksanakan. Itu diatur melalui pergub yang menjadi turunan dari Perda 2 Tahun 2018,” tutur Prabowo.
Aturan itu, sambung Prabowo, bertujuan menghadirkan iklim persaingan usaha yang sehat bagi pelaku usaha mikro, kecil, hingga kelas atas. Selain itu, alokasi itu bisa membantu Pemprov DKI menata pedagang kaki lima (PKL) yang kerap menempati area-area terlarang.
“Untuk meningkatkan usaha mereka, memberdayakan, daripada di jalanan. Juga supaya mereka bersaing sehat,” ucap politikus Partai Gerindra itu.
Prabowo tidak sepakat bila aturan itu disebut memberatkan pengelola mal. Menurutnya, alokasi area untuk PKL semestinya menjadi bagian dari kontribusi bagi pengelola mal untuk memberdayakan UMKM.
“Mereka kan punya kewajiban untuk membantu UMKM,” tutur Prabowo.
Usul Perda 2/2018 diajukan mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat pada Agustus 2017. Saat itu Djarot menyebut usul perda ini bertujuan mengantisipasi persaingan para pelaku usaha, baik pengusaha mikro, kecil, hingga kelas atas.
“Kita sedang alami liberalisasi ekonomi. Kalau ini dibiarkan, akan terjadi persaingan yang tidak sehat antara yang besar dan yang kecil serta menengah,” kata Djarot. (Nik/*/J-2)