Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
Tindak kekerasan di muka umum semakin marak terjadi di perkotaan. Aksi pelanggaran hukum tidak hanya terjadi dalam kondisi sepi ketika korban tengah berada seorang diri, tetapi semakin brutal dilakukan di tengah keramaian.
Aksi yang dilakukan Teza Irawan, 24, saat melintasi Tol dalam Kota Jakarta, Kamis (29/3), menjadi gambaran adanya kecenderungan pelaku yang kian tidak peduli dengan keselamatan publik.
Dalam insiden itu, Teza mengeluarkan senjata api pada saat dia melintas di tol dari Grogol menuju Cawang. Dengan menggunakan Toyota Fortuner bernomor polisi B 1090 FCY hitam, ia melaju ugal-ugalan dan menyalakan lampu strobo.
Saat melintas di depan Rumah Sakit Dharmais, Jakarta Barat, mobil Teza berhenti. Ia mengeluarkan senjata api revolver dari jendela karena ingin mendahului dan memotong antrean keluar tol.
Polisi pun menghentikan aksi ugal-ugalan itu. Teza ditangkap dan ditahan. Dari tangan pemuda yang baru lulus perguruan tinggi, petugas menyita sepucuk airsoft gun merek S&W 14K15674, 2 butir amunisi tajam kaliber 3.8 mm, 6 butir amunisi airsoft gun, sebuah sarung senjata, KTP, SIM, dan mobil yang digunakan saat kejadian. Polisi pun mendapatkan pistol pelaku tidak berizin.
Menurut psikolog forensik Reza Indragiri Amriel, perilaku Teza disebabkan banyak faktor. Kondisi kehidupan masyarakat kota yang semakin kompleks, pribadi seseorang yang mungkin bermasalah, hingga ketidaktakutan terhadap hukum menjadi beberapa alasan yang mungkin menjadi penyebab.
“Boleh jadi pelaku merasa bahwa hukum tidak hadir di lokasi yang mereka sasar. Hadir itu artinya cepat, ajek, dan berkonsekuensi serius,” ujar Reza saat dihubungi, (31/03).
Namun, secara umum, tambah Reza, berbagai tindak kejahatan dan kekerasan di muka umum tetap disebabkan oleh faktor yang multidimensional. Berbagai hal dalam kehidupan dan lingkungan pribadi pelaku berkaitan dan memengaruhi hingga akhirnya ia berani melakukan berbagai tindak membahayakan tersebut.
Sanksi ringan
Ironisnya, aksi ugal-ugalan seperti yang dilakukan Teza kerap diganjar dengan hukuman yang tidak menimbulkan efek jera. Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Halim Pagarra, mengungkapkan penggunaan strobo, seperti polah Teza, hanya akan dikenai tilang dan teguran.
“Jika ada masyarakat yang menggunakan lampu strobo dan itu bukan haknya, tentu ditegur dan ditilang,” kata Halim, Sabtu (31/3).
Sementara itu, tindakan menodongkan senjata diproses sebagai tindak pidana.
Kepala Sub-Direktorat Reserse Mobil Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Aris Supriyono, menuturkan motif Teza menodongkan senjata ialah lantaran tidak terima ketika ia tidak diberi ruang oleh pengendara lain saat melintasi bahu tol. Aris menyebut tindakan Teza sebagai arogan.
Menurut Kombes Halim Pagarra, kepemilikan senjata dan aksi menodong oleh Teza akan diproses dengan ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 yang mengatur senjata.
Psikolog Reza Indragiri menyatakan kepemilikan senjata bisa memunculkan efek gagah-gagahan di depan umum. “Tanpa harus ada niat, orang bisa saja sekonyong-konyong terdorong memakai senjata itu.”
Dengan mengingat seriusnya efek senjata, menurut Reza, motif pelaku tidak lagi penting. Yang terpenting ialah bagaimana memberikan hukuman agar efek jera tercipta dan keselamatan publik terjaga. (Nic/Dhk/Pro/X-6)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved