(Sumber: ICW/Diolah dari berbagai sumber/Grafis: EBET)
POLDA Metro Jaya mengaku akan terus menelusuri para pihak terkait pengadaan uninterruptible power supply (UPS) di Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2014.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Martinus Sitompul menjelaskan, hingga dua pekan lalu pihaknya sudah memeriksa pihak terkait guna menelusuri alur proyek hingga terjadi dugaan pelanggaran hukum.
"Kami langsung memanggil pihak yang berkenaan dengan proyek pengadaan itu sebagai saksi. Pemanggilan ini guna mencari keterangan lebih lengkap mulai dari awal terjadinya anggaran atau proyek mulai dari pejabat pembuat komitmen, kepala sekolah, sampai kepala dinas," jelasnya
Martinus menambahkan, dari keterangan yang didapatkan pihak penyidik, dugaan keterlibatan broker mulai terendus. Selanjutnya, polda akan segera mengembangkan dugaan kasus tersebut dengan memeriksa orang yang diduga menjadi jembatan dalam proyek tersebut.
"Kami menduga ada broker, tetapi semua masih dalam penyidikan. Kami juga sudah menyita berbagai dokumen yang menjadi bukti sah dalam proyek yang dilakukan," imbuhnya.
Polda, lanjut Martinus, sudah mengantongi dua calon tersangka dalam proyek tersebut. "Saya belum mengetahui pasti semua masih dalam tahap penyidikan. Ada dua calon tersangka, kami tidak bisa menjabarkannya. Namun, semua pemenang proyek atau penyedia jasa akan diperiksa," terang Martin.
Sejumlah saksi yang telah diperiksa Polda Metro Jaya, antara lain, mantan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Larso Marbun, Kepala SMAN 112 Jakbar Saryono, Direktur PT Astrasea Pasirindo Jusman Pasaribu, dan mantan Pejabat Pembuat Komitmen di Dikmen Jakarta Barat Alex Usman.
Seorang pelaku usaha yang kerap mendapatkan proyek, Helmy, menganggap praktik meminjam bendera perusahaan ialah wajar dan sudah biasa.
Pembagian keuntungan juga dilakukan berdasarkan kesepakatan antara kedua pihak. Biasanya, pembagian keuntungan atau uang pembayaran berkisar 2,5%-15% dari nilai proyek. "Kalau saling pinjam perusahaan biasa, hanya pinjam dokumen perusahaan lalu ikut tender. Pembagian keuntungan atau bayaran atas peminjaman itu tergantung kesepakatan dan terkadang tidak tertulis," jelasnya.
Ia menambahkan, sesama pemborong atau pemilik perusahaan bahkan broker biasa bertemu di sebuah gedung di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
"Ya, di sana itu bisa disebut bursanya proyek jadi kumpul di sana semua. Kalau sudah sepakat, biasanya yang mengerjakan dan yang membayar pajak mendapat keuntungan paling besar dibandingkan yang punya dokumen perusahaan," imbuhnya. Dia menuturkan, untuk bisa mendapatkan proyek pemerintah bukan perkara mudah. (SU/T-2)