Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
DERETAN bangunan semi permanen, berbahan kayu, beratap asbes dan terpal, yang ukurannya sekitar 2x 2 meter hingga 2x3 meter, lenyap dalam sekejap.
Dengan mudah tim dari Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP) Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, meratakannya hingga tanah.
Ya, pada Sabtu(10/2) pagi, atau beberapa hari pascabencana longsor maut di Jalur Puncak, Pemerintah Kabupaten Bogor menertibkan pedagang-pedagang kecil. Klaim pedagang, pembongkaran dilakukan dengan tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu.
"Warung kami dibongkar tanpa pemberitahuan oleh bapak-bapak itu. Tapi bangunan-bangunan vila yang besar kok tidak dibongkar," kata Heriyati, yang terus mengomel, sambil membersihkan puing-puing warungnya di titik longsor Pinus atau setelah Gunung Mas.
Kepala Bidang Penegakan Perundang-undangan pada Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP) Kabupaten Bogor, Agus Ridho, menjelaskan alasan pembongkaran dadakan tersebut.
Dia menyebutkan yang dibongkar ada sekitar 20 unit. Bangunan- bangunan kecil itu, katanya, sesuai yang diminta oleh pihak Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPERA)
Pertimbangannya, Kemen PUPERA diintruksikan pengerjaan perbaikan jalan imbas longsor, bisa selesai dalam 7 hari.
"Jadi dalam hal ini harus cepat. Dan warung-warung itu menghalangi pengerjaan. Mereka juga berada di lahan terlarang yang akan digunakan pelebaran jalan. Darurat. Mereka itu bangunan tanpa ijin dan rawan bencana longsor,"ungkap Agus kepada Media Indonesia, Senin (12/2).
Bagaimana dengan pedagang kecil lain yang ada, berjejer di samping kiri dan kanan jalur Puncak? Termasuk di sekitar sejumlah titik yang mengalami longsor. Bagaimana juga dengan bangunan-bangunan vila nun besar dan berbahan baku beton?
Soal itu, Agus mengatakan, belum ada instruksi dan rencana dibongkar. Menurutnya, bangunan vila yang memang kategori di wilayah Puncak, kebijakan besarnya ada di pusat. Meski daerah juga ada, tapi terbatas karena hanya karena keberadaannya di Kabupaten Bogor atau kewilayahan.
Diakuinya, sejak 2013 pihaknya belum melakukan penertiban baik di kawasan Puncak, maupun Halimun.
"Belum, kita belum melaksanakan pembongkaran lagi sejak lima tahun. Terakhir pembongkaran tahun 2013. Ada 215 vila yang kita bongkar dengan dana bantuan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Rp 2 miliar. Tahun ini juga belum ada rencana,"ungkapnya.
Karena itu, jika bicara angka, lanjutnya, pihaknya belum bisa mengetahui yang ada saat ini berapa.
"Yang jelas masih banyak bangunan liar di Puncak. Yang jelas di atas seribu. Karena yang waktu itu dibongkar juga berdiri atau dibangun lagi,"ungkapnya.
Menurutnya, yang jadi persoalan sebenarnya adalah pascapenertiban itu sendiri. Karena dalam penertiban Pol PP, katanya, hanya bagian saja sebagai tim eksekutor.
"Yang diharapkan Pol PP, penertiban harus dibarengi program lanjutan. Jangan sampai susah payah, tapi setelahnya tidak ditindaklanjuti. Padahal dibongkar untuk dikembalikan ke fungsi semula. Tidak mudah menertibkan, membongkar vila-vila itu," katanya.
Dia menyebutkan, bahwa sebelum-sevelumnya pihaknya sempat bersurat ke pusat. Karena yang namanya Puncak tidak hanya oleh daerah. Tapi harus turun, urun rembuk.
"Ini alasannya. Ada Kepres, Perpres sebagai daerah khusus. Di Perpres, kewenangan pusat akan Puncak, besar. Tidak hanya perda. Permen, Perpres, sanksinya lebih tinggi," ujarnya.
"Persoalan intinya, kebijakannya tidak boleh setengah-setengah. Biar hasilnya maksimal. Dari program anggaran, program lanjutan," pungkasnya.
Dorongan penataan Puncak juga datang dari pengelola tempat wisata. Seperti dari pengelola Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Jansen Manansang.
Menurutnya Direktur TSI, itu dampak kerusakan alam Puncak, kini benar-benar sudah dirasakan. Bukan hanya warga Jakarta yang kebanjiran. Tapi kini, warga sekitar juga merasakan, akibat longsor.
Akibat longsor Senin lalu, pihaknya merasa paling terdampak. Karena banyak longsor, sebagian jalur ditutup dan ujung imbasnya pada tempatnya.
"Dari sisi lingkungan, oleh pemerintah building cover itu ada yang cuma 5 persen yang boleh dibangun. Ada daerah yang cuma 10 persen. Seperti disini, di TSI hanya 15 persen dan tidak bisa dibangun lagi. Dan kita taat dengan itu. Sehingga kita menjaga lingkungan alam yang begitu hijau semua," tuturnya.
Hijaunya alam, menurutnya itu yang dicari pengunjung. Untuk itu, katanya, pihaknya bekerja keras dalam puluhan tahun ini menanam pohon sehingga tidak ada yang botak (lahan gundul). Supaya berfungsi untuk penyerapan air.
"Ini hampir 34 tahun, baru kali ini terjadi. Makanya saya kira bersama-sama, aparat juga memperhatikan bagaimana kawasan Puncak ini. Seperti yang ilegal, bangunan vila yang merusak lingkungan, itu yang harus ditertibkan. Karena kebun teh itu fungsinya untuk menjaga longsor dan tata kelola air," pungkasnya.
Menteri Sosial Idrus Marham, saat mengunjungi lokasi longsor di Maseng, Cijeruk dan Jalur Puncak, pun sempat menyinggung soal penertiban dan penataan kawasan Puncak.
Menurutnya, sesuai arahan Presiden Jokowi ke Menteri PU-PERA, penataan Puncak harus segera dilakukan. Dan penataan itu bisa berjalan dengan baik, jangan sampai ada masyarakat yang merasa dirugikan.
"Penataan dilakukan, tapi rakyat tidak boleh dirugikan. Jangan pas begitu ada longsor keroyokan. Ini perlu penataan, perlu dibina, perlu dikembangkan, perlu dirawat. Dan perawatan ini perlu kesinambungan," tuturnya.
Menurutnya, harus ada satu penjelasan kepada masyarakat secara menyeluruh. Misalnya, jangan membangun rumah tanpa memperhitungkan resiko. "Kita harus menjelaskan resiko jika membangun di lereng, karena yang pertama merasakan masyarakat juga,".
Intinya, kata Idrus, perlu ada kebersamaan antara masyarakat dengan pemerintah. Rakyat, katanya, harus meyakini bahwa langkah yang diambil pemerintah, ujungnya untuk kebaikan dan kemaslahatan rakyat.
"Kalau belum ada lokasi baru buat pedagang, kita akan koordinasikan. Penataan ini harus dilakukan secara terkoordinasi. Satu hal perintah bapak Presiden, jangan sampai ada masyarakat yang dirugikan, tidak diurusi," pungkasnya.(OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved