Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
NAMANYA rumah susun sewa (rusunawa), jadi tidak gratis tinggal di sini. Harga sewanya berbeda-beda, semakin tinggi semakin murah sewanya. Untuk lantai 1 seharga Rp303.000, lantai 2 Rp275.000, lantai 3 Rp 250.000, lantai 4 Rp227.000, dan lantai 5 Rp206.000 per bulannya. Untuk listrik, biayanya tergantung pemakaian saja.
Penghuninya khusus untuk korban gusuran dari beberapa proyek Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, seperti warga korban gusuran normalisasi Kali Ciliwung dan Waduk Pluit.
Misalnya, di Rusunawa Rawa Bebek di Cakung, Jakarta Timur. Di sini, peruntukan penghuninya dibagi dua. Pertama, untuk pekerja yang masih lajang dan pengelola rusun. Unitnya berbentuk tipe studio, cukup diisi tempat tidur dan lemari.
Kedua adalah Rusunawa Rawa Bebek tipe baru, yang terdiri dari blok A, B, C, dan D. Pada blok A dan B, di lantai dasarnya terdapat sejenis aula yang terdapat petak-petak kios yang beberapa di antaranya diisi penjual sembako ataupun warung-warung kecil yang tersebar di dalam aula. Di sudutnya ada halte bus Trans-Jakarta yang datang setiap 2 jam sekali. Bus tersebut bertujuan Pasar Ikan, Bukit Duri, dan Penggilingan. Di sekitar aula terdapat perkebunan kecil yang ditanami berbagai umbi-umbian, kacang-kacang-an, dan pohon buah.
Di unit rusunawa baru ini, tipe rumahnya lebih besar dengan dua kamar tidur. Ada 17 RW di sini, mereka merupakan warga gusuran Pasar Ikan, Jakarta Utara, dan Bukit Duri, Jakarta Selatan. Total jumlah mereka ada 800 KK. Lantai 1 sampai 3 diperuntukkan keluarga, sedangkan lantai 4 dan 5 bagi manula dan warga yang terlambat melengkapi kelengkapan administrasi untuk tinggal di sana.
Pemberdayaan ekonomi
Tinggal di rusunawa, bagi Nur, 63, yang dulu tinggal di Pasar Ikan, menjadi pengalaman pahit. Sejak April 2017, dia menetap di Rusunawa Rawa Bebek. Sebelumnya, ungkap Nur, dia bisa bekerja serabutan di lokasi lamanya. “Di Pasar Ikan enak, gampang dapat duit. Kerja apa aja, bantu-bantu bisa, di sini susah karena sepi,” ujar Nur.
Kini, Nur hanya membantu di salah satu warung kopi di Rusunawa Rawa Bebek. Itu hanya bisa untuk bertahan hidup. “Jadi ya nunggak terus, mau dapat duit dari mana lagi.”
Lain halnya dengan Ria, 47. Dia kini betah tinggal di sini ketimbang di tempat asalnya di Pasar Ikan. Awal mulanya dia dan keluarga gundah gulana tinnggal di rusun sebab mereka tidak ada bagaimana prakondisi tinggal di rusun. Kini, pikiran pindah ke tempat lain sudah pupus.
“Apalagi anak-anak sudah sekolah negeri di sekitar sini. Jadi kalau mau pindah mikir-mikir,” kata Ria, korban penggusuran Pasar Ikan.
Sementara itu, Abi, 50, hingga kini enggan untuk mendaftarkan dirinya sebagai warga rusunawa. Pasalnya, ia masih sakit hati lantaran 60 kamar kosnya di Pasar Ikan digusur. Penghasilannya turun drastis. “Saya enggak gila gara-gara digusur aja udah syukur.”
Hal senada diungkapkan Nuri, 58, yang saat ini berjualan sembako di sana. Ia dulu berjualan bisa mendapat Rp2 juta-Rp3 juta sehari, sedangkan kini berjualan sembako di Rusunawa Rawa Bebek hanya meraup Rp200 ribu-Rp300 ribu.
“Di Pasar Ikan saya jualan miras (minuman keras). Keuntungannya tidak sebanding dengan berjualan sembako di sini. Kalau tahun baru bisa sampai Rp15 juta sehari.” (J-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved