Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Kehadiran TGUPP Bisa Timbulkan Tumpang Tindih Kewenangan

Nicky Aulia Widadio
22/11/2017 23:51
Kehadiran TGUPP Bisa Timbulkan Tumpang Tindih Kewenangan
(Ilustrasi)

USULAN penambahan jumlah anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) menjadi 73 orang, dipertanyakan urgensinya.

Penambahan jumlah anggota tim justru dikhawatirkan menimbulkan tumpang tindih dalam kewenangan, bahkan melumpuhkan kerja satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

Dalam rapat pembahasan rancangan anggaran pendapatan belanja daerah (RAPBD) 2018 di Komisi C DPRD DKI Jakarta, Rabu (22/11), sejumlah anggota komisi yang membidangi keuangan tersebut mempertanyakan sejumlah hal.

Rapat ini dihadiri Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Agus Suradika, Kepala Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) Achmad Firdaus, serta Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Michael Rolandi. Sementara Kepala Biro Organisasi Reformasi Birokrasi DKI Dhani Sukma tidak tampak.

Anggota Komisi C dari Fraksi Hanura Ruslan Amsyari mempertanyakan urgensi dari penambahan jumlah anggota TGUPP ini. Bukannya ia tidak setuju dengan adanya TGUPP, ia hanya tidak bisa memahami urgensi dari jumlah anggota yang diusulkan pihak eksekutif.

"Berbicara urgensinya, apakah tim ini harus 73 orang? Begitu besar, sehingga ada pemborosan dan efektivitasnya bagaimana? Ada lebih banyak pemikiran, kalau hanya sedikit orang bisa lebih taktis dan dinamis. Jangan-jangan nanti malah membuat apa yang menjadi kerja SKPD, mandul. Atau malah jadi penyetir. Ini tidak kita inginkan. Apalagi rencananya di tingkat kota bakal ditarik nih, ini di tingkat provinsi semua. Padahal ini kan barang yang belum jelas, konsepnya seperti apa belum jelas. Tapi angkanya sudah ada di APBD kita. Mohon dipertimbangkan," papar Ruslan.

Menanggapi pertanyaan itu, Agus Suradika mencontohkan soal tim khusus di bidang pengendalian tindak pidana korupsi. Kehadiran tim-tim itu merupakan langkah untuk mencapai visi gubernur. "Ada tim khusus di bidang pengendalian korupsi, karena Pak Gubernur punya visi terkait good governance," tutur Agus.

Sekretaris Komisi C dari Fraksi Nasional Demokrat James Arifin Sianipar yang memimpin rapat, mempertanyakan lebih lanjut soal tupoksi dari TGUPP. Sebab, dikhawatirkan akan ada tumpang tindih kewenangan dalam pelaksanaan kebijakan.

Apalagi di dalam struktur jabatan eksekutif Pemprov DKI, telah ada deputi gubernur dan asisten sekretaris daerah yang membidangi sejumlah hal.

"Tugas asisten sama deputi ngapain? Jadi kerjanya asisten ini seakan-akan tidak ada lagi, Pak. Contoh di Percepatan di bagian pembangunan sudah ada orang di situ. Sementara asisten ini apa lagi tugasnya? Masih ada deputi lagi. Sekarang artinya begini, ini kan jadi duplikat yang terjadi," imbuh James.

Agus berusaha keras meyakinkan bahwa kehadiran TGUPP tidak akan tumpang tindih dengan tupoksi asisten gubernur maupun deputi. Sebab, anggota TGUPP tidak akan memiliki kewenangan untuk mewakili gubernur sebagai protokoler. Kerja TGUPP lebih kepada memberikan rekomendasi dan masukan kepada gubernur terkait kinerja SKPD.

"Tidak akan ada duplikasi," tegas Agus.

Agus menuturkan, asal muasal pembentukan TGUPP di era Gubernur DKI Joko Widodo ialah untuk mengakomodasi para pejabat eselon II yang tidak terakomodasi, lantaran ada pengurangan jabatan. Sementara ide-idenya masih dibutuhkan bagi gubernur.

Pembahasan di rapat ini berlangsung alot. Pembahasan baru menyentuh pada urgensi dan volume anggota dari TGUPP. Masalah anggaran belum disentuh. Apalagi, peraturan gubernur (Pergub) yang akan menjadi dasar hukum dari pembentukan TGUPP dengan usulan format baru ini masih digodok.

Sebelumnya, ada Pergub Nomor 411 Tahun 2016 yang mengatur tentang TGUPP. Namun, di dalam Pergub tersebut hanya diamanatkan jumlah anggota TGUPP termasuk ketua sebanyak 15 orang. Oleh sebab itu, Pemprov DKI merevisi Pergub tersebut untuk memfasilitasi usulan tersebut.

Ketua TGUPP Mohammad Yusup juga mencoba meyakinkan anggota Komisi C bahwa kinerja TGUPP juga dapat membantu penyelesaian permasalahan pembangunan di DKI Jakarta.

"Mungkin bapak belum pernah dengar hasil kerja kami. Salah satunya itu pembebasan tanah MRT yang dua tahun berhenti. Ada 136 bidang, pada saat Pak Basuki mendengar itu, TGUPP dikoordinasikan untuk diselesaikan. Alhamdulillah terakhir kan tinggal 10 bidang. Di Mahkamah Agung pun dimenangkan," papar Yusup.

Ditemui sebelum rapat, Agus menuturkan belum bisa berbicara detail mengenai TGUPP lantaran Pergub yang mengatur masih dalam proses revisi. Yang jelas, anggota TGUPP bisa diusulkan oleh siapa pun kepada gubernur.

TGUPP dibagi dalam 5 bidang, di antaranya Bidang Pengelolaan Pesisir Jakarta, Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kota, Bidang Harmonisasi Regulasi, serta Bidang Pencegahan Korupsi. Masing-masing bidang direncanakan beranggotakan 7 orang. Sementara Bidang Percepatan Pembangunan beranggota 45 orang. Di dalamnya mencakup dari penarikan Tim Wilayah Untuk Percepatan Pembangunan (TWUPP).

TWUPP terdiri dari 5 orang di masing-masing wilayah kota dan kabupaten di Jakarta. Namun, Agus tidak bisa memastikan apakah anggota TWUPP yang saat ini telah tergabung juga akan ditarik ke TGUPP.

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan justru berencana memasukkan staf pribadinya ke dalam Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Dengan demikian, honor staf pribadi yang sebelumnya dibayarkan melalui dana operasional gubernur, ke depannya akan dibayarkan menggunakan pagu anggaran yang lain. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan inefisiensi dalam penggunaan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).

"Nah semuanya (termasuk staf pribadi) akan dimasukkan ke dalam TGUPP, sehingga tidak ada lagi orang-orang yang bekerja sebagai partikelir. Jadi enggak ada orang-orang yang bekerja pribadi-pribadi mengatasnamakan gubernur. Kalau mau bekerja bersama gubernur, Anda akan punya surat pengangkatan," jelas Anies di Balaikota DKI Jakarta, Rabu (22/11).

Anies bersikukuh dengan menyatukan seluruh pihak yang bekerja membantu gubernur ke dalam TGUPP, justru membentuk transparansi dari segi honor hingga penugasan terhadap mereka.

Sebelumnya di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, staf pribadi gubernur digaji menggunakan dana operasional gubernur. Perhitungan dana operasional gubernur DKI pada 2017 ini ialah sebesar 0,13% dari total pendapatan asli daerah (PAD). Artinya, yakni sebesar 0,13% dari Rp44 triliun.

Dalam satu bulan, Gubernur dan Wakil Gubernur mendapat dana operasional sebesar Rp4,5 miliar. Anies-Sandi membagi dana operasional itu dengan komposisi 60:40. Anies mendapat dana operasional Rp2,7 miliar per bulan dan Sandiaga Rp1,8 miliar per bulan.

Dana operasional itu turut dibagi untuk operasional Sekretaris Daerah sebesar Rp100 juta per bulan, masing-masing wali kota Rp50 juta per bulan, dan bupati Rp30 juta per bulan.

Ditanyai soal penggunaan lainnya dari dana operasional tersebut jika tidak digunakan untuk staf pribadinya, baik Anies maupun Sandi kompak menjawab dana tersebut akan digunakan untuk kegiatan masyarakat. Namun tidak dijelaskan lebih lanjut kegiatan masyarakat apa yang dimaksud oleh Anies. Sementara Sandiaga menyebut di antaranya untuk zakat, infaq, dan sedekah.

"Saya akan alokasikan untuk masyarakat," tutur Sandiaga.

Kepala Daerah dan Kerjasama Luar Negeri DKI Jakarta Muhammad Mawardi menyebut penggunaan dana operasional menjadi kewenangan bagi gubernur selama masih mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000. Selain itu, gubernur juga tidak diwajibkan menyampaikan laporan pertanggung jawaban atas penggunaannya.

Yenny Sucipto dari Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengkritisi Anies yang jika anggaran untuk staf pribadinya menjadi satu dengan anggaran untuk TGUPP. Secara aturan, hal itu tidak disalahkan.

Hanya saja, akan terjadi inefisiensi dalam penggunaan anggaran dan justru menambah beban baru bagi APBD. Padahal, di saat bersamaan ada pengurangan di pos anggaran lain. Misalnya, anggaran penyertaan modal daerah (PMD) bagi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

"Ini tidak efisien, harusnya tidak membebani ke dalam pagu anggaran TGUPP. Kan bisa menggunakan dana operasional gubernur saja," kata Yenny. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eko Suprihatno
Berita Lainnya