Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
EMPAT perusahaan swasta di bidang kontruksi di Jakarta dilaporkan karyawannya ke Pengawas Ketenagakerjaan Suku Dinas Ketenagakerjaan Kota Jakarta Barat.
Keempat perusahaan tersebut PT Kokoh Sumekar Lancar, PT Kokoh Sejahtera Langgeng, PT Kokoh Sarana Pondasi dan PT Mahagatha Jaya dilaporkan karena sejak 2007 tidak menyertakan karyawannya dalam program BPJS.
Menurut Toni, kuasa hukum dari Andy Feriano yang merupakan karyawan di korporat, pengaduan dilakukan karena selama bekerja di perusahaan tersebut sejak 2007 hingga 2017, kliennya sebagai pekerja tidak diikutsertakan dalam program BPJS baik BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan.
Padahal, lanjutnya, mengikutsertakan pekerjanya dalam program BPJS itu kewajiban pengusaha. Dalam Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ditegaskan, Pemberi Kerja atau Pengusaha secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.
“Klien saya yang jabatannya Manager HRD dan sudah bekerja kurang lebih sepuluh tahun saja tidak diikutsertakan dalam program BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu bernama Jamsostek, bagaimana karyawan yang lain yang jabatannya lebih rendah dari klien saya? Bagaimana kalau pekerja mengalami kecelakaan kerja? Bagaimana kalau pekerja sakit? Apakah Pengusaha mau menanggung risikonya?" ungkap Toni.
Kedua Jaminan Sosial tersebut, lanjut Toni, adalah hak normatif kliennya selaku pekerja. Sehingga jika tidak diikutsertakan dalam program BPJS tersebut kliennya sangat dirugikan. "Berobat sakit biaya sendiri, tidak ada Jaminan Hari Tua (JHT),” terang Toni di Jakarta, Senin (13/11).
Dalam pengaduan tersebut Toni meminta kepada Kepala Sudinaker Kota Jakarta Barat melalui Pengawas Ketenagakerjaan atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) nya agar menindak empat perusahaan tersebut dan memprosesnya secara hukum sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku.
Sanksinya, kata Toni, perusahaan bisa dikenai sanksi administratif. Hal itu ditegaskan dalam Pasal 17 UU BPJS yaitu berupa teguran tertulis sampai sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu, ketika pengusaha mengurus dokumen perizinan usahanya di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pemkot Jakarta Barat, mengingat domisili perusahaan tersebut di wilayah hukum Kota Jakbar, yakni di Jalan Kamboja No. 41, Tomang, Jakarta Barat.
“Selain sanksi administratif juga ada sanksi pidananya sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 55 UU BPJS,’’ tegas Toni.
Toni juga menuntut pengusaha pada empat perusahaan tersebut agar membayar ganti rugi Jaminan Hari Tua (JHT) yang merupakan hak normatif kliennya yang seharusnya dibayarkan sejak 2007 hingga sekarang, sebesar 3,7% dari gaji kliennya yang jika ditotal kurang lebih Rp40 juta hak JHT kliennya.
Apalagi sejak September 2015, pengusaha juga wajib membayarkan iuran Jaminan Pensiun(JP) untuk kliennya yaitu sebesar 2% dari gaji kliennya. Menurut Toni gaji kliennya saat ini adalah Rp11,5 juta.
Selain diadukan karena tidak adanya BPJS, empat perusahaan tersebut juga diadukan karena pengusaha tidak membuatkan surat pengangkatan karyawan terhadap kliennya yang sudah bekerja selama kurang lebih sepuluh tahun.
Padahal surat pengangkatan karyawan bagi karyawan tetap yang hanya diangkat secara lisan itu, wajib dibuat oleh pengusaha sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (1) UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ditambah lagi, diadukan karena kempat perusahaan tersebut tidak memiliki peraturan perusahaan seperti yang diamanatkan Pasal 108 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved