Headline

Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan

Fokus

Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.

RUU Ibu Kota Mendesak Disegerakan

YANURISA ANANTA yanurisa.mediaindonesia.com
20/10/2017 09:15
RUU Ibu Kota Mendesak Disegerakan
(ANTARA FOTO/Risky Andrianto)

JAKARTA sebagai ibu kota negara tidak akan optimal membangun wilayah terpadu dengan kawasan sekitarnya tanpa Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 29/2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Pasalnya, di dalam UU 29/2007 tidak diatur kekhususan terkait dengan bantuan dana dari pemerintah pusat untuk proyek pembangunan di Ibu Kota yang melibatkan daerah-daerah penyangga. “Kita minta Jabodetabek dijadikan satu menjadi megapolitan. Pembangunan kawasan terpadu tidak akan optimal. Meskipun (APBD) kita besar, kebutuhan DKI Jakarta juga besar,” kata Asisten Pemerintahan Provinsi DKI Bambang Sugiono, Selasa (17/10).

Selama ini, Jakarta dalam melaksanakan pembangunan yang melibatkan daerah penyangga, seperti Bekasi, Bogor, dan Tangerang, tidak ada bantuan dana APBN dari pemerintah pusat. Misalnya, dalam pembangunan proyek Terminal Antarprovinsi Tipe A Pulo Gebang, Jakarta Timur, ‘uang bau’ bagi masyarakat terdampak sampah di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, pembangunan jalan di perbatasan Tangerang-Bekasi, serta kaitan Tangerang dengan 13 sungai. “Semua itu kan seharusnya memakai dana khusus dari pemerintah pusat, bukan APBD dari pemerintah daerah,” terangnya.

Ada tiga poin UU Nomor 29/2007 yang seharusnya direvisi. Hal itu meliputi kewenangan khusus Jakarta sebagai ibu kota, sinkronisasi tata ruang dengan daerah sekitar, dan masalah pembiayaan Jakarta yang diharapkan dapat intensif sesuai redesain. Pada 7-8 Februari 2017, Pemprov DKI menggelar diskusi dan telah dua kali membuatkan draf RUU ke Kemendagri, termasuk draf penyempurnaan. Selanjutnya, Wakil Presiden bertindak sebagai koordinator tim pembangunan kawasan megapolitan.
Hingga saat ini, pembahasan RUU Nomor 29/2007 sudah sampai pada draf kedua. Bambang belum bisa memastikan sampai draf ke berapa hingga akhirnya RUU menjadi UU. Kemendagri baru akan mengusulkan ke Prolegnas (Program Legislasi Nasional) pada 2018.
“Kita hanya mengisi draf. Kita meminta masukan dewan. Kalau ada yang kurang baru kita tambah draf baru,” tuturnya.

Soal dana bantuan pemerintah pusat, Pemprov DKI belum menentukan berapa besarannya. Pasalnya, usulan belum disetujui DPRD DKI. Pertemuan antara DPRD dan Asisten Pemerintahan serta Biro Tata Pemerintahan DKI pun belum membahas pasal per pasal.
Kepala Biro Tata Pemerintahan Premi Lasari menambahkan dalam UU No 29/2007 tidak ada perincian batasan kewenangan ibu kota sehingga mesti direvisi. Dengan adanya RUU akan dibentuk koordinator yang khusus menangani banjir, rob, kemacetan, lingkungan hidup, infrastruktur, serta perumahan rakyat.

Kewenangan
Wakil Ketua DPRD DKI Mohammad Taufik sepakat dengan hal itu. Jakarta sebagai ibu kota negara layak mendapat kekhususan berupa anggaran khusus seperti Papua, Aceh, dan Yogyakarta. “Selama ini tidak ada bantuan dari pemerintah pusat. Aceh, Papua, dan Yogyakarta ada. Bukan hanya soal uangnya, yang paling penting menyangkut kewenangan sebagai ibu kota itu seperti apa?” tandasnya.

Taufik menggarisbawahi soal tata ruang Jakarta dengan daerah penyangga. Menurutnya, harus dibuat baru tata ruang Jakarta sebagai ibu kota dengan daerah penyangganya. “Bekasi itu kan di Indonesia, bukan di luar Indonesia. Indonesia ibu kotanya Jakarta. Apa tanggung jawab Jakarta sebagai ibu kota? Sekarang untuk ‘uang bau’ ke Bekasi kita yang harus ngongkosi,” kata Taufik. (J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya