Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
PIKAP yang sudah dipermak sedemikian rupa milik Mansur, 60, melaju pelan ketika melewati area Pasar Bunga Rawa Belong, Jakarta Barat. Warnanya yang mencolok dengan aneka rupa warna membuat kendaraan milik Mansur itu menjadi primadona anak-anak. Odong-odong, begitu mereka menyebut kendaraan milik bapak tua itu. Kehadirannya mudah ditandai. Meski kendaraannya belum terlihat, dari jauh, suara lagu anak-anak yang keluar dari pengeras suara mobil itu sudah terdengar. Suara itu merupakan penanda odong-odong segera tiba.
Setiap hari kakek enam cucu itu mulai berkeliling sekitar pukul 16.00 hingga magrib tiba. Dalam rentang waktu itu, Mansur bisa memutari rutenya hingga lima kali. Mansur juga mengenali hampir seluruh penumpang yang menaiki odong-odong-nya.
"Hampir semua anak-anak di sini ingin naik odong-odong. Ibu mereka terkadang juga ikut naik untuk menemani anaknya," kata Mansur. Dengan laju 10 kilometer per jam, Mansur berkendara memutari kawasan tempat tinggalnya, di sekitar area Kelurahan Sukabumi Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Ia memulai perjalanan dari rumahnya di Jalan Madrasah II, memasuki Jalan Raya Kebayoran Lama menuju Jalan Rawa Belong, lalu berbelok ke Jalan Sulaiman dan Jalan Isa.
Odong-odong itu mulanya merupakan pikap bekas. Ia membelinya seharga Rp20 juta. Badan mobil dibongkar, lalu dimodifikasi dengan bak kereta di taman bermain. Besi-besi yang tersambung menjadi pembatas di setiap sisi mobil. Mobil itu tidak berkaca, tidak beterpal sehingga membuat sepoi angin amat terasa. Kursi penumpang dibuat menyamping bak mikrolet. Begitu pula kursi di sebelah sopir. Jadi, kursi pengendara merupakan satu-satunya kursi yang memiliki sandaran dan menghadap ke muka. Odong-odong milik Mansur berwarna-warni, dengan dominasi warna-warna terang, seperti kuning, hijau, merah muda, dan oranye. Tampilannya tampak meriah, sengaja dibuat demikian agar menarik perhatian anak-anak. Bintang Kejora, Gelang Sipatu Gelang, dan Topi Saya Bundar terus mengalun buat menghibur anak-anak sepanjang perjalanan.
Tarif murah
Sudah tiga tahun belakangan Mansur menjadi sopir odong-odong. Alasannya ialah mengisi waktu di masa tua. Setiap hari, kedua cucunya yang duduk di bangku TK dan SD turut serta menemani Mansur. Biasanya, mereka memilih duduk di samping kursi pengemudi. "Kalau pagi sampai siang, saya antar-jemput cucu. Setelahnya enggak ngapa-ngapain, mending saya kerja begini, bikin senang cucu juga," tandasnya. Mansur menetapkan tarif Rp2.000 untuk tiap anak dan Rp4.000 bagi orang dewasa setiap satu putaran rute. Bagi sejumlah pelanggannya, tarif ini tergolong murah.
Atik, 30, sore itu menaiki odong-odong bersama dengan anak perempuannya, Khaira, yang masih berusia 4 tahun. Sambil memegang piring kecil berisi nasi, Atik duduk memangku sang putri. Khaira dengan anteng tampak menikmati alunan musik anak-anak sambil melempar pandangan pada sekelilingnya. Ibunya pun dengan mudah menyuapi anaknya yang biasanya rewel dikasih makan. "Kalau naik odong-odong, makannya jadi gampang. Memang rada nyentrik ini bocah," seloroh ibunya.
Ia juga mengaku tidak khawatir saat naik odong-odong.
Jangankan sabuk pengaman, odong-odong bahkan tidak memiliki pintu. "Apa yang harus ditakutkan? Kan jalannya juga pelan dan cuma di area dekat-dekat sini," katanya.
Bodong-bodong
Kata odong-odong sendiri tidak tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Namun, kata itu telah dikenal luas di masyarakat. Bagi Mansur, odong-odong berasal dari kata bodong-bodong. "Kalau kendaraan enggak ada suratnya, kan suka dibilang bodong. Nah ini kendaraan kan enggak ada surat-suratnya, jadi bisa dibilang ini bodong-bodong. Lama-lama, menyebutnya enaknya jadi odong-odong," cerita Mansur. Mansur memang tidak memiliki SIM khusus maupun surat kendaraan terkait dengan odong-odong-nya.
Setiap kali melewati area Jalan Raya Kebayoran Lama dan Jalan Raya Rawa Belong, Mansur mengaku tidak pernah mendapat penindakan dari polisi lalu lintas. "Kan masuk jalan raya cuma sebentar, langsung masuk lagi ke jalan kampung. Kalau ke jalan raya yang jauh, saya juga enggak berani," paparnya. Dengan laju yang pelan, tak pelak odong-odong Mansur mengundang rentetan klakson dari mobil yang melaju di belakangnya.
Namun, Mansur hanya cuek, tidak terlalu memedulikan. Pun setiap kali berpapasan dengan mobil pribadi di jalan yang sempit, ia selalu meminta pengendara lawannya mengalah. Mansur bahkan menyebut mereka dengan sebutan 'orang kaya'.
"Orang kaya ngalah dulu, orang kaya ngalah dulu," ucapnya yang disambut derai tawa si cucu. (J-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved