Roh Lebaran Betawi yang Hilang

(Gana Buana/J-2)
31/7/2017 07:45
Roh Lebaran Betawi yang Hilang
(MI/ADAM DWI)

KONDISI lalu lintas di sekitar Jalan Raya Condet sangat padat pada Sabtu (29/7) siang. Jalan sekitarnya disulap warga menjadi tempat parkir mobil dan sepeda motor dadakan. Penutupan jalan yang mengarah ke Jalan TB Simatupang ataupun Jalan Dewi Sartika kian memperparah kemacetan. Penutupan jalan dilakukan untuk menghalau kendaraan menjauh dari arena keriaan Festival Condet yang berlangsung dua hari sejak Sabtu (29/7) hingga Minggu (30/7). Festival Condet sudah diselenggarakan tiga kali sejak 2015. Beragam kuliner khas Betawi masa lampau, suvenir, hingga makanan kekinian Betawi dijajakan di sepanjang Jalan Raya Condet, Kelurahan Balekambang, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur.

Festival Condet telah tumbuh menjadi objek wisata sekaligus belanja. Setidaknya 485 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) membuka lapak di festival tahunan tersebut. Mereka menempati tenda-tenda khusus yang telah disediakan. "Mulai produk kerajinan tangan khas sampai makanan khas Betawi, semua ada," ujar Camat Kramat Jati Eka Darmawan. Kegiatan itu juga diramaikan pawai budaya, pentas seni, pameran dan kontes batu akik pandan, ondel-ondel, tari Betawi gambang keromong, pentas silat Betawi, serta lomba desain busana Betawi. "Kita berterima kasih kepada semua pihak, festival ini kelanjutan dan bekal bahwa Condet ada isinya dan membawa martabat budaya," ujar dia.

Festival dimulai pukul 09.00 WIB. Meski cuaca terik menyengat, pengunjung membeludak. Iyok, salah satu penjual makanan khas Betawi, mengaku sudah tiga kali mengikuti festival. Asal mulanya diberi nama Lebaran Betawi. "Sebelumnya tidak semeriah tahun ini, tapi kekitaannya dapat," ujar Iyok kepada Media Indonesia. Perempuan kelahiran Condet, Jakarta Timur, itu menuturkan Lebaran Betawi semula cuma untuk warga Condet.Acara dibuat tak jauh dari Kali Ciliwung dan murni inisiatif warga sekitar.
Saat itu modal juga hanya sedikit berdasarkan urunan warga sebesar Rp2 juta. Dengan modal terbatas, warga Condet menjamu tamu dengan kudapan Betawi secara gratis. Bahkan, tamu dari luar Condet pun diajak nimbrung mencicipi makanan tersebut.

Makan gratis
"Waktu itu yang datang dari Bekasi pun boleh makan gratis. Berbeda dengan sekarang," tuturnya. Karena festival pertama sukses, Lebaran Betawi dalam dua tahun terakhir berubah menjadi festival komersial. Warga sekitar malah tersingkir lantaran tak sanggup membayar harga sewa lapak yang relatif tinggi. Satu lapak lengkap dengan tenda dipatok sewa Rp1,5 juta untuk dua hari. Harga itu mustahil dicapai dengan hasil penjualan kudapan Betawi. "Harga kue Betawi normal. Enggak boleh ditinggiin, kasihan yang beli. Pembeli kan ingin menikmati kudapan khas yang sudah mulai langka dengan harga terjangkau."

Di Festival Betawi, Iyok menjual beragam kudapan khas Jakarta dengan harga relatif murah, seperti geplak, ongol-ongol, wajik, dodol, jongkong, talam manis, talam udang, deblak, asinan, sagoon, serta kue cincin, yang dijual mulai Rp3.000 hingga Rp60 ribu. Sejak buka pukul 09.00 hingga pukul 14.00, jualan Iyok baru laku Rp400 ribu. "Saya bisa buka lapak dengan janji hanya dikutip retribusi. Namun, belum tahu berapa retribusinya? Semoga tidak mahal," harapnya. Iyok sangat berharap pemerintah memikirkan partisipasi warga sekitar dalam menyelenggarakan Festival Condet. Bila tidak memungkinkan memberi keikutsertaan secara cuma-cuma, paling tidak diberikan subsidi. "Acara ini diadakan di daerah tempat tinggal kami, berikan dong kelonggaran," kata dia.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya