Jalur Dambaan Warga Idaman Pekerja

(Yanurisa Ananta/J-3)
31/7/2017 07:15
Jalur Dambaan Warga Idaman Pekerja
(MI/Wisang)

SEJUMLAH warga di kawasan Tambun, Cibitung, dan Cikarang tampak antusias dengan kehadiran kereta rel listrik (KRL) di sana. Saat kereta melintas di ketiga stasiun itu, puluhan remaja yang berfoto dengan KRL dan anak-anak kecil melambaikan tangan. Dedeh, 52, seorang warga yang rumahnya tak jauh dari Stasiun Cikarang, tersenyum lebar saat KRL berhenti di stasiun.

“Asyik ya kalau ada KRL dari Cikarang ke Jakarta. Enggak perlu lama lagi kalau ke Jakarta.Biasanya, saya ke Jakarta naik angkot lama dan mahal,” kata Dedeh, yang kerap ke Jakarta melayani pelanggannya untuk memijat. Agus, 29, seorang petugas keamanan asal Cikarang yang bekerja di area Pasar Senen, Jakarta Pusat, mengaku tidak sabar untuk menjajal KRL Manggarai-Cikarang. Dia tidak perlu lagi kesulitan menyesuaikan jam berangkat kereta lokal Purwakarta-Tanjung Priok yang lewat Cikarang sebab kereta tersebut hanya mampir dua kali di pagi hari, yakni pukul 05.30 dan 07.00.

“Kalau pagi di Stasiun Cikarang ini sudah penuh. Sebelum jam 05.00 WIB para pedagang dan pekerja yang kerjanya di Jakarta sudah siap di Stasiun Cikarang. Kalau bisa, ini dipercepat karena kami sangat butuh,” harap Agus.
Selama ini, jelas Agus, untuk ke Jakarta menggunakan bus ia harus menaiki bus Mayasari Bakti 12 yang jarang beroperasi. Terlebih, di dalam bus rawan kriminal. “Ramai pedagang dan pengamen. Tadi mau naik bus cuma malas. Bisa tiga jam saya kalau dari Jakarta ke Cikarang naik bus,” imbuh Agus.

Setiap hari, warga Cikarang yang bekerja di Jakarta memanfaatkan kereta lokal jurusan Purwakarta-Tanjung Priok. Kereta lokal tersebut hanya berhenti di Tambun, Kemayoran dan Tanjung Priok. Saat kereta berhenti di Tambun, ungkap Agus, penumpang dipaksa masuk ke kereta. Terpaksa berdesak-desakan, sangat menyiksa dan rawan kejahatan. “Copet dan pelecehan seksual terhadap penumpang perempuan sering terjadi,” ujar Agus.

Harapan senada disampaikan Ahmad Suhandi, mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mochamad Natsir. Kampusnya ada yang di Tambun dan Jakarta. Selama semester satu hingga empat, ia dan puluhan temannya menetap di asrama di kampus Tambun. Dalam satu minggu, dua kali ia harus ke kampus STID yang berada di Jalan Kramat Raya No 45, Jakarta Pusat, mengikuti beberapa mata kuliah.

“Dari Tambun, saya naik angkot ke Stasiun Bekasi untuk naik kereta ke Jakarta. Lebih cepat karena tidak macet, jadi waktu tempuhnya bisa kita rencanakan lebih baik,” ujarnya. Ke Jakarta menggunakan bus, menurut Ahmad, selain biayanya mahal, waktu tempuh juga sulit diprediksi. Ia berharap Stasiun Tambun segera dioperasionalkan. Apalagi, kampusnya hanya berjarak kurang dari satu kilometer dari stasiun. Ia berencana membeli sepeda lipat agar bisa di bawa ke kereta dan digunakan untuk transportasi dari kampus ke Stasiun Tambun dan di Jakarta. ”Saya tak sabar, semoga segera dioperasionalkan,” ungkap Ahmad. (Yanurisa Ananta/J-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya