Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Berkejaran dengan Bus demi Kesehatan

Gana Buana
17/7/2017 10:51
Berkejaran dengan Bus demi Kesehatan
(MI/Gana Buana)

GINA, 60, berlari tenang di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Tiba-tiba dari kejauhan terdengar klakson bus. Rupanya, di belakang Gina sedang melaju bus Trans-Jakarta yang mengarah ke Jalan Jenderal Sudirman.

Gina segera melompati separator setinggi setengah meter dan keluar dari jalur bus Trans-Jakarta. "Nanti masuk lagi kalau bus Trans-Jakarta sudah lewat," ujar Gina di area Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB), kemarin.

Gina lebih senang memakai jalur bus Trans-Jakarta sebagai lintasan lari ketimbang jalan negara. Alasannya, antusiasme warga ikut HBKB meningkat dari hari ke hari. Banyak di antara peserta HBKB tidak berolahraga, tapi sekadar jalan-jalan, nongkrong, bersantai, dan menjadikan Jalan Thamrin-Jalan Sudirman sebagai tempat bermain, bahkan berdagang.

Luapan manusia yang memenuhi area HBKB setiap Minggu pagi, membuat pecinta jalan cepat, lari, dan bersepeda, tak lagi merasa nyaman. Ritme kecepatan mereka terganggu oleh lautan manusia.

"Sekitar 14 tahun lalu, saya dengan keluarga bisa berlari tenang bahkan bisa balapan sepeda di sini. Sekarang tidak bisa lagi. Karena itu, kami lebih suka masuk jalur Trans-Jakarta untuk berlari agar tidak terhambat," papar warga Jakarta Pusat, tersebut.

Anton yang tinggal di Tebet, Jakarta Selatan, merasakan hal yang sama. Dia juga lebih antusias berolahraga di jalur bus Trans-Jakarta. "Berlari bersama-sama rekan membuat perjalanan tidak terasa jauh dan melelahkan. Memang, olahraga di jalan umum menambah semangat, tapi banyak hambatan. Saya dan teman-teman lebih suka berlari di jalur alternatif menggunakan bus way (jalur bus)," jelas Anton.

Lantaran warga yang serius berolahraga gemar masuk jalur Trans-Jakarta, petugas Dinas Perhubungan DKI ikut repot dan kewalahan mengawasi jalur. Sopir Trans-Jakarta pun diperintahkan mengurangi kecepatan untuk menghindari kecelakaan.

"Kami melarang sopir bus mengendarai kecepatan di atas 50 kilometer/jam. Kalau Minggu ada HBKB begini, kecepatan rata-rata hanya boleh 20 kilometer/jam," cetus Kepala Seksi Pengaturan dan Pemanduan Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Kelik Setiawan.

Kelik menjelaskan pihaknya sudah bertahun-tahun meminta warga yang berolahraga tidak menggunakan jalur Trans-Jakarta. "Mereka hanya mengumbar senyum dan meneruskan berlari atau bersepeda di jalur bus," imbuhnya.

Sebagai Penanggung Jawab Zona II HBKB, Kelik menyiagakan petugas di sepanjang jalur Trans-Jakarta (Bundaran HI-Sudirman). Petugas wajib membunyikan peluit untuk menghalau warga yang masih berlenggang ketika bus Trans-Jakarta sudah mendekat.

Menurut Kelik, antusiasme warga mengikuti kegiatan HBKB di Jakarta terus meningkat. Memasuki tahun ke-15, HBKB Jakarta sudah menjadi salah satu destinasi wisata, bukan hanya bagi warga Jakarta dan sekitar, melainkan juga wisatawan mancanegara.

Pada akhir pekan, wisatawan lebih memilih menginap di hotel sepanjang Jalan Thamrin-Jalan Sudirman untuk menikmati suasana HBKB. "Wisatawan mancanegara itu bukan hanya olahraga, melainkan ikut jalan-jalan dan sarapan di pinggir jalan," tukas dia. (J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik