Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
SISTEM e-budgeting yang pertama kali dirintis oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mulai 2015, tidak memberikan celah pada anggaran siluman.
Kode rekening yang ditentukan oleh Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) serta penentuan komponan harga oleh Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD), tidak memungkinkan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk tiba-tiba memunculkan anggaran yang tidak diusulkan sebelumnya dalam Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD).
Jika SKPD ingin melakukan perubahan, SKPD harus bersurat ke Bappeda atau BPAD. Kalau nama kegiatan yang ingin diubah, SKPD harus meminta Bappeda membuka kunci kegiatan dan mengubah namanya. Lain halnya kalau yang ingin diubah ialah jumlah komponen belanja, SKPD harus bersurat pada BPAD.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tuty Kusumawati menjelaskan, perbedaan yang paling mencolok dengan sistem penganggaran yang dilakukan sebelum 2015 ada pada kode rekening dan satuan harga.
Pada pemerintahan gubernur sebelumnya, kode rekening dan satuan harga belum ditentukan oleh BPKD dan BPAD atau masih menggunakan sistem pemaguan.
“Sebelumnya kita memotret prioritas dengan money follow function di mana ada sistem penjatahan anggaran. Misalnya, SKPD A hanya dijatahkan sebesar sekian, SKPD B dijatah sekian. Sementara, sekarang SKPD bisa mengusulkan sebanyak-banyaknya nanti baru diverifikasi apakah betul sesuai dengan kebutuhan,” papar Tuty, Kamis (11/5).
Tuty menambahkan, berdasarkan hasil koordinasi supervisi pencegahan korupsi yang bekerja sama dengan KPK 2014, ditemukan kegiatan yang tiba-tiba muncul, padahal tidak diusulkan sebelumnya. Itu disebabkan seluruh anggaran baru dimasukan ke sistem pada fase Rencana Kerja Anggaran (RKA) setelah penetapan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).
Sementara sistem e-budgeting memungkinkan anggaran dimasukan ke sistem elektronik sejak penyusunan RKPD yang dilakukan Januari. Penyusunan RKPD mulai dilakukan dari hasil Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan (Musrenbang) Rukun Warga (RW) yang sebanyak 2.731 RW. Hasilnya dimasukan ke e-musrenbang, dan diverifikasi di tingkat kelurahan, kecamatan dan provinsi, ditambah dengan hasil reses DPRD.
“Nah, sejak awal sudah kami anggarkan dari mulai e-musrenbang hingga e-budgeting. Sehingga sekarang perencanaan kerja lebih tajam dan tepat sasaran. Kalau dulu masih mengira-ngira, sudah tepat atau belum,” imbuh Tuty.
Sebelumnya, salah satu staf gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Ismail Al-Anshori mengatakan, dalam menyusun anggaran biasanya pembuatan rekening belanja atau account dilakukan dan diawasi oleh Bappeda.
"Account itu semacam posnya pos apa, misalnya pos belanja perlengkapan kantor," ujar Ismail.
Kemudian setelah ditetapkan accountnya, baru komponen belanjanya dimasukkan. Dalam hal ini SKPD tidak dapat memasukkan harga komponen belanja dengan sendirinya. Harga sudah ditetapkan oleh BPAD.
Di sisi lain, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan masih banyak yang harus dievaluasi dari penerapan sistem e-budgeting. Pasalnya, akibat ketidakberesan perencanaan ada potensi kerugian negara dalam anggaran dan keuangan yang relatif tinggi.
“Harus dianalisa kembali sistem e-budgeting di mana bolong-bolongnya ada di mana. Kita membutuhkan pengawas dari luar seperti BPK atau BPKP untuk terlibat di tahap perencanaan,” ujarnya. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved