Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
THOMAS sesekali melihat jam tangannya.
Jarum jam memang sudah mengarah ke pukul 15.30 WIB, yang berarti tinggal setengah jam lagi waktu kerjanya sebagai pegawai negeri sipil (PNS) berakhir dan ia bisa segera pulang.
Waktu yang begitu dinantikannya, bukan karena terburu-buru pulang ke rumah atau mengejar janji bertemu seseorang.
Melainkan menantikan kesempatan untuk bisa membakar sebatang rokok di luar lingkungan Balai Kota.
"Setengah jam lagi baru bisa merokok. Kalau merokok di sini bahaya, bisa kena tegur. Kalau ada yang berani merokok, pasti dia bukan pegawai sini," ujar pria berusia 32 tahun itu.
Pemerintah DKI Jakarta sudah sejak lama mengeluarkan aturan tegas tentang larangan merokok di lingkungan Balai Kota.
Pada era Gubernur Sutiyoso, Perda Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dibuat sekaligus diberlakukan.
Tidak hanya satu perda.
Di tahun yang sama, Pergub nomor 75 Tahun 2005 yang disusul dengan Pergub Nomor 88 Tahun 2010 tentang kawasan dilarang merokok menguatkan aturan sebelumnya.
Stiker dan banner yang menegaskan larangan itu pun ditempel di setiap dinding gedung 23 lantai tersebut.
"Kalau dulu masih ada ruang merokok di setiap lantai. Tapi, sejak ada pergub baru, total tidak boleh merokok di setiap sudut Balai Kota, sekalipun di taman," tambahnya.
Ruang yang dulu disediakan untuk tempat merokok memang kini sudah berganti jadi ruang menyusui.
Sama seperti Thomas, Budiharto yang merupakan perokok aktif, setengah mati menahan keinginan merokoknya sepanjang bekerja. Tak jarang dia tergoda melihat wartawan atau anggota dewan yang bebas merokok.
"Kadang suka iri kalau lihat anggota dewan merokok. Tapi mau bagaimana lagi, kami terikat dengan aturan itu," cetusnya seraya terbahak keras.
Namun sebagai PNS yang berkantor di Balai Kota, keinginan yang kuat itu ciut ketika dihadapkan dengan aturan sanksi.
Tak tanggung-tanggung, tunjangan mereka akan dengan dipotong jika ketahuan merokok.
"Dipotong tunjangan selama sebulan. Besarnya berbeda setiap golongan. Jadi memang ngeri kalau sampai melanggar aturan ini," imbuhnya.
Alhasil para PNS semacam Budiharto dan Thomas pun hanya bisa merokok pada saat jam makan siang di warung atau pinggir jalan.
"Walau sebenarnya merokok itu hak juga ya. Tapi ya sekarang caranya tidak di ruang khusus lagi, harus di luar kantor."
Baik Thomas maupun Budiharto mengakui, tema baru yang dibahas sesama perokok di sana ialah saling mengingatkan untuk tidak sembunyi-sembunyi merokok di kantor.
"Kalau kamu mau uangmu dipotong, ya silakan saja merokok," ujar Budiharto sambil tersenyum simpul. (Sri Utami/J-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved