PEMERATAAN pendidikan merupakan sebuah keniscayaan. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Meskipun, sering kita jumpai banyak anak-anak di luar sana yang tidak pernah mengenyam pendidikan.
Di wilayah Indonesia timur, seperti Papua, Kalimantan, dan Sulawesi, masalah pendidikan masih menjadi topik menarik untuk diperbincangkan. Banyak asumsi bahwa pendidikan di sana sangat jauh tertinggal, bahkan konon pemerintah kurang memberikan perhatian atau cenderung abai.
Namun benarkah pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), tidak peduli terhadap pemerataan pendidikan hingga menjangkau wilayah Indonesia timur?
Faktanya, kualitas pendidikan di daerah terpencil terutama wilayah Indonesia bagian timur masih rendah. Contoh di Papua, perkembangan pendidikan masih sangat memprihatinkan sebab rata-rata tingkat pendidikan masyarakat Papua masih rendah.
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan lebih dari 50% anak-anak usia sekolah (3-19 tahun) tidak mendapatkan pendidikan di sekolah. Faktor utama dipicu oleh minimnya fasilitas di mana banyak sekolah yang berdiri seadanya hanya menggunakan tenda dan kursi lapuk.
Belum lagi, ditambah dengan kualitas pengajar yang tidak kompeten. Anak-anak juga menjadi kurang mendapat stimulasi serta lebih banyak tumbuh dan berkembang alami tanpa diberikan edukasi yang baik lewat pendidikan anak usia dini (PAUD) dan TK.
Selain itu, adat dan kebudayaan setempat secara tidak langsung menjadi penghambat sistem pendidikan di Papua. Dari satu wilayah itu saja terlihat jelas Indonesia bagian timur masih mengalami masalah pendidikan, serupa dengan wilayah Indonesia timur lain yang membutuhkan penangnan segera.
Menjawab tantangan
Kondisi demikian, sejatinya menjadi tantangan tersendiri bagi para guru khususnya di wilayah Indonesia timur. Mau tidak mau, guru harus terus dapat meningkatkan kompetensi demi membantu terciptanya kualitas pendidikan yang maksimal.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Semua guru, tidak terkecuali yang berada di wilayah timur, mempunyai kesempatan sama untuk dibekali kompetensi yang harus dimiliki berdasarkan peraturan menteri tersebut. Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) memfasilitasi dengan berbagai program peningkatan kompetensi guru.
Di antaranya, program pengembangan kurikulum 2013 (K-13) yang sejalan dengan kebijakan pengembangan K-13 yang harus sudah diberlakukan untuk seluruh sekolah di wilayah Indonesia sebagai wujud nyata dari upaya pemerataan akses pendidikan hingga menjangkau pelosok tanah air.
K-13 disusun dengan mengembangkan dan memperkuat sikap, pengetahuan, dan ketrampilan secara berimbang untuk dapat menyempurnakan kekurangan pada kurikulum sebelumnya. Perubahan tersebut menyangkut empat elemen yaitu Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Isi (SI), Standar Proses, dan Standar Penilaian.
Artinya secara kebijakan, semua elemen guru termasuk yang ada di wilayah Indonesia timur tersentuh dengan program GTK tersebut tanpa adanya pembedaan.
Selain pengembangan kurikulum, ada juga program pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Program tersebut sebagai salah satu strategi pembinaan guru agar dapat terus mampu memelihara, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Program PKB dilakukan secara mandiri maupun kelompok dalam bentuk diklat yang dilakukan oleh lembaga pelatihan sesuai dengan jenis kegiatan dan kebutuhan guru. Kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan hasil uji kompetensi guru tahun 2015 guna melihat potret kompetensi seorang guru.
Berikutnya, program multi subject teaching (MST) yang merupakan program penambahan kewenangan mengajar bagi guru mata pelajaran tingkat SD, SMP maupun SMA. Program keahlian guru lintas bidang itu diadakan dalam rangka memenuhi kebutuhan guru mata pelajaran PNS yang kurang.
Kekurangan tersebut terjadi karena pemerataan guru yang tidak maksimal di daerah. Program-program tersebut tidak bisa terlaksana apabila tidak ada sinergi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah khususnya dinas pendidikan provinsi, kabupaten, ataupun kota.
TIDak pelak, sebagian kecil dari program-program yang dikembangkan oleh Ditjen GTK tersebut akan berdampak pada pemerataan kemampuan guru menuju guru yang profesional. Utamanya bagi para guru yang telah sudi mengabdi untuk membangkitkan pendidikan di wilayah Indonesia bagian timur. (OL-2)